Karya : Ipey
Butiran embun menetes
perlahan dari ujung dedaunan, menyentuh
tanah basah siraman hujan tadi malam. Kabut tipis perlahan menepi ditiup
semilir angin pagi, membuka jangkauan mata para pejalan kaki menuju tempat
keinginanannya. Mentari pun tersenyum memberikan kehangatan pada rumput ilalang
di pekarangan rumah seberang jalan, tak terkecuali burung-burung yang hinggap
didahan pepohonan. Mereka saling berbagi sambil sesekali mengepakkan sayap,
menyingkirkan kutu-kutu di tubuhnya. Nyanyian kehidupan sayup-sayup menyapa, bangunkan mimpi mereka di lelap tidurnya.
Jendela kamar satu persatu terbuka mempersilahkan udara segar memasuki
ruang-ruang, menyentuh wajah-wajah penghirup kebebasan. Berpasang-pasang mata
menatap masa depan dengan sejuta harapan tergenggam erat tak terlepaskan.
Belenggu selimut ketidakpastian coba disingkirkan, ditepiskan untuk menjauh
dari kesungguhan. Berpaling dari kemalasan, kebosanan dan keraguan demi sebutir
rezeki dari kasih sayang-Nya.
Aroma mie instan dengan
segelas teh hangat menjadi pembuka aktivitas lelaki di kamar kost-an pagi ini.
Tanpa kopi hitam sebagai pengantar kepergiannya memegang janji semalam dengan
sahabatnya, Rhaka mulai beranjak dari tempat menuju jalan raya. Berdiri sejenak
mananti angkutan umum untuk mengantarnya ke tujuan. Dan lalu lintas kendaraan
pagi itu cukup padat, memaksa tiap pengguna jalan raya bersabar mengantri
ditiap lampu merah maupun di persimpangan jalan. Tak seperti biasanya, meski
laju roda kendaraan tersendat keramaian, namun ia tak berhenti di pangkalan
karena jok penumpang telah terisi sesuai kapasitas muatannya. Perlahan tapi
pasti merayap menelusuri sela-sela kehangatan para pengemudi yang menepi di
tujuan para pengguna jasa angkutan. Sesaat menjelang pertigaan jalan, Rhaka
meminta pengemudi berhenti. Setelah memberikan ongkos, ia melangkah perlahan
menelusuri trotoar jalan menuju tempat seperti yang telah dijanjikan.
Yori melambaikan tangan sambil
memanggil-manggil ketika Rhaka menebar pandangan matanya ke seputar taman. Merasa
yakin sahabatnya berada disana, ia tak membuang waktu lagi, bergegas melangkah
ke arah dimana Yori telah menunggunya disana.
“Yang lain belum pada datang Yor?”. Tanya
Rhaka setelah menyalami sahabatnya. “Ada Rendy, tuh tadi pamit sebentar. Cari
kopi dulu di seberang sana. Biar asyik ngobrol katanya”. Sahut Yori sambil
mengarahkan telunjuknya ke seberang jalan, dimana Rendy tengah berjalan menuju
kearahnya. Rhaka mengalihkan pandangan ke arah dimana ia dapat melihat Rendy
berjalan santai dengan gelas plastik besar di tangan kanan, sementara tangan
kirinya menenteng kantong plastik.
Yori segera menerima gelas berisi kopi dari
sahabatnya. Setelah menyapa Rhaka dan menyalaminya, Rendy mengeluarkan dua buah
gelas plastik dari bungkusan, kemudian menuangkan seduhan kopi ke masing-masing
gelas.
“Ada surabi oncom nich masih hangat.
Lumayan buat sarapan pagi sambil ngopi”. Celetuk Rendy sembari melahapnya.
Rhaka
membuang bungkusan plastik ke tong sampah tak jauh dari tempat mereka, setelah terlebih
dahulu meneguk kopinya untuk terakhir kali. Awan putih diatas sana perlahan
bergeser kemudian pergi menjauh ketika awan kelabu memaksa menggantikan
tempatnya. Mendung pun merebak memberi suasana redup. Rhaka dan kedua
sahabatnya tak menunggu lama untuk secepatnya beranjak mencari tempat bagi
mereka melanjutkan perbincangan yang belum selesai. Mereka sepakat memilih
tempat perbelanjaan tak jauh dari taman. Hanya tinggal jalan sedikit, kemudian
meneyeberang jalan, sampailah mereka disana.
Rendy dan Rhaka menempati meja kosong di
dekat halaman parkir, sementara Yori pergi mencari makanan dan minuman untuk mereka.
Tak lama berselang mobil van hitam dengan kaca gelap berhenti diparkiran. Rendy
mencolek tangan Rhaka sambil memberi isyarat akan kedatangan orang yang mereka
tunggu sejak tadi pagi. Tiga orang berjalan menuju arah dimana Rhaka dan Rendy
menunggu.
“Sory bro, aku datang agak terlambat.
Jalanan tak bersahabat dengan rencana waktu kita pagi ini”. Sapa salah seorang
diantara mereka. “Yup.., santai aja. Waktu kita masih panjang kok Ray”. Jawab Rhaka
sembari menerima uluran tangan Aray untuk bersalaman. Rendy mempersilahkan kedua
orang yang datang berbarengan dengan Aray untuk mengambil tempat kosong.
Setelah saling berkenalan satu sama lainnya, Rendy meminta semua untuk menunggu
Yori sejenak sebelum memulai pembicaraan. Sebagai pembuka perkenalan, mereka
saling bertukar obrolan seputar hal-hal mengenai identitas mereka
masing-masing. Aray beranjak dari tempat ketika Yori datang menghampiri. Aray
memperkenalkan kedua temannya pada Yori, kemudian setelah meminta waktu pada kedua temannya, ia
mengajak Yori pergi sebentar.
Tetes
air hujan mulai menyirami pelataran parkiran ketika pembicaraan mereka mulai
pada akhir kesimpulan.
“Jika sepakat dengan apa yang di sampaikan
tadi, kami minta anda bersedia memberi dana operasional untuk keperluan
persiapan rencana menjelang hari H. Jangan lupa juga dengan data-data yang kami
butuhkan, untuk secepatnya dapat diterima”. Tegas Yori pada kedua orang
dihadapannya. Tanpa menunggu lebih lama, salah satu dari kedua orang itu
membuka resleting tas, kemudian mengeluarkan amplop disertai map berisi
data-data yang diminta.
“Ini dana operasional dan juga data-data
yang anda perlukan. Satu hari menjelang pelaksanaan kegiatan kami akan
memberikan sisa dana yang telah kita sepakati bersama. Kami minta anda dapat
memegang kespakatan ini dengan sebaik-baiknya. Dan satu hal lagi, tak ada
pertemuan diantara kita hari ini!”. Jelas orang bertopi menuturkan
perkataannya. Tanpa komando, Yori, Rhaka, Rendy dan Aray mengangguk pasti
seraya berucap, “Oke!”. Setelah itu mereka bersalaman, kemudian mereka berdua
pergi menuju mobilnya diparkiran, dan melaju perlahan meninggalkan tempat itu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar