Selasa, 03 Mei 2016

Cinta Ini Masih Ada (Bagian 4)


Karya : Ipey


                Rhaka tak mengira jika perkelahian dengan mahasiswa dikampusnya waktu itu akan berbuntut panjang. Padahal peristiwa tersebut sudah cukup lama, bahkan ia nyaris tak mengingatnya lagi. Tapi ternyata tak begitu dengan laki-laki yang telah beradu jotos dengannya. Peristiwa perkelahian itu masih melekat kuat dalam ingatannya. Harga dirinya merasa diinjak-injak dihadapan kawan - kawan yang saat itu bersamanya. Ia merasa telah dipermalukan olehnya dihadapan mahasiswa yang saat itu menyaksikan kejadian itu. Kini ia harus kembali berhadapan dengannya ketika bertemu di lantai dasar sebuah Mall yang sering ia kunjungi. Rhaka terkejut manakala secara tiba-tiba lelaki itu meneriaki dan menunjukkan jari telunjuknya ke arahnya yang berjalan sendirian. Ke esokan hari setelah peristiwa perkelahian dengannya waktu itu, Yori mencari informasi mengenai lelaki tersebut. Ternyata lelaki itu mahasiswa fakultas teknik, terpaut dua semester di atasnya dan bernama Rustam. Rustam terlihat begitu murka melihat wajah lelaki yang dikenalinya. Ia menghampiri Rhaka, dan tanpa pikir panjang lagi mengirimkan kepalan tangannya ke wajah Rhaka. Rhaka mundur beberapa langkah ke belakang menghindari pukulan tersebut. Matanya mengawasi gerakannya yang telah bersiap dengan serangan berikutnya, juga gerak-gerik kawan - kawannya yang berdiri  dengan posisi siap membantu Rustam. Konsentrasinya terbagi bukan hanya tertuju pada Rustam saja, tetapi juga pada kawan - kawannya yang bergerak menyebar. 


Gerak tipuan yang diperagakan Rustam berhasil mendaratkan kepalan tangannya di pipi kiri Rhaka. Namun pukulan tangan kanan Rhaka pun tak meleset mengenai pinggang Rustam. Ia kembali memasang kuda-kuda dengan menyimpan kaki kiri di depan, masih dengan kedua tangan terkepal menunggu serangan berikutnya. Ia tak berusaha melancarkan pukulan untuk menyerang Rustam. Rhaka hanya berjaga-jaga untuk membendung terjangan lawannya. Tanpa di undang para pengunjung mall sebentar saja sudah berkerumun menyaksikan adegan duel yang mereka tak tahu apa pemicu perkelahian tersebut. Yang mereka tahu dua orang lelaki telah saling baku hantam di tempat keramaian. Rhaka membalikkan tubuhnya secara spontan ketika tiba-tiba seseorang dari arah belakang berusaha mencengkram tubuhnya. Sikutnya mendarat telak di pelipis kanan kawan Rustam yang berusaha mencuranginya. Cukup keras hingga menimbulkan suara yang membuat para pengunjung mall yang dengan dekat menyaksikan adegan tersebut menjerit. Rustam memanfaatkan kelengahan lawan dengan menghantamkan kaki ke arah dada Rhaka. Dan ia yang tak siap dengan terjangan itu terhuyung hingga hampir saja jatuh tersungkur ke lantai. Di pegangi dadanya yang terasa sakit dengan kedua tangannya. Sementara Rustam tak memberi kesempatan padanya untuk memulihkan tenaga. Ia kembali mendatangi Rhaka dengan segudang amarah yang meluap-luap. Jari tangannya dikepalkan dan mengarah pada hidung Rhaka yang tak di bentengi, karena masih memegangi dadanya yang masih terasa sakit. Ia tak ingin menjadi bulan-bulanan Rustam dengan membiarkannya menghantamkan tinju ke wajahnya. Secara reflek Rhaka menggeser tubuh dan mengayunkan kaki di susul ayunan tangan kanan mengarah ke wajah Rustam. Lututnya mengenai bagian perut di susul pergelangan tangan menghantam wajah yang mengakibatkan darah segar mengalir dari lubang hidungnya. Dia tak menyadari ketika secara tiba-tiba punggungnya dihantam dari belakang. Di dorongnya tubuh Rhaka dengan sekuat tenaga oleh kedua teman Rustam hingga ia terjerembab dan tertelungkup di lantai. Tendangan demi tendangan secara bertubi-tubi mendarat di sekujur tubuhnya. Tiga orang teman Rustam benar-benar telah membuatnya bagai bola sepak dilapangan yang di tendang kesana kemari. Rhaka berusaha melindungi bagian kepala dengan kedua tangannya sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Andai dua orang petugas keamanan mall tak segera datang, dapat dibayangkan apa yang akan menimpa dirinya saat itu. Beberapa pengunjung berusaha membantu petugas keamanan yang datang terlambat untuk menghentikan perkelahian. Rustam dan kawan - kawannya segera meninggalkan tempat dengan terburu-buru. Sementara Rhaka dipapah petugas keamanan sambil meringis kesakitan menuju pos penjagaan. Polisi lalu lintas yang kebetulan bertugas di seputar mall menghentikan langkah Rustam yang berupaya  pergi dari tempat itu setelah seorang pengunjung menginformasikan kejadian di dalam mall. Ia berusaha berkelit dari aparat keamanan yang menanyainya dan menghindar untuk dibawa ikut ke kantor polisi. Rustam pun melepaskan genggaman tangan pak polisi dan berlari secepat yang ia bisa lakukan, diikuti ketiga kawannya. Beruntung pak polisi tersebut tak mengejar dan membiarkan ia pergi, hingga urusan tak berlanjut sampai ke kantor polisi.
Di raihnya air mineral yang di berikan security mall, kemudian diteguknya perlahan. Setelah merasa cukup kuat, ia mohon pada petugas keamanan mall untuk membiarkannya pergi. Ia tak berharap polisi mendatangi dan mengintrogasinya lebih lanjut mengenai kejadian yang telah dialaminya. Rasa iba tersirat dari sorot mata kedua petugas keamanan mall yang melihat kondisinya dengan luka lebam di wajahnya. Mereka menyarankan agar dia menyewa taxi untuk mengantarkan ia pulang. Rhaka mengikuti saran petugas keamanan mall dan bergegas menaiki taxi yang kebetulan lewat jalur jalan itu.
Rasa sakit di sekujur tubuhnya telah membuat tidurnya terganggu. Ia harus terbangun di tengah malam ketika secara tak sadar membalikkan tubuhnya karena merasakan kesakitan. Luka memar masih terlihat jelas di wajah dan di bagian tubuhnya yang lain. Hingga pagi tiba ia masih tak beranjak dari kamar kostnya. Untuk mengisi  kekosongan perutnya saja, ia hanya menyeduh mie instan dengan air termos. Bahkan untuk pergi  ke kamar mandi ia harus menutupi wajahnya dengan handuk dan berusaha menghindar agar tak bertemu dengan penghuni kost lainnya. Ia sengaja tak menyalakan tape recorder, meski hanya untuk mendengarkan siaran radio. Ia berharap pemilik tempat dan penghuni kost beranggapan bahwa ia sedang berada di luar. Benaknya melayang menuju peristiwa yang menimpa dirinya kemarin sore di lantai dasar sebuah pusat perbelanjaan. Ia menyesal mengapa pergi ke mall waktu itu, dan mengapa pada saat ia beradu jotos, kawan serta sahabatnya tak berada bersamanya. Mengapa pada saat kejadian kawannya secara tak sengaja melihat ia berkelahi dengan Rustam cs sehingga bisa membantunya melawan kawanan berandal kampus itu. Tapi ia segera menyadari, dan dalam kesendiriannya Ia bersyukur Tuhan masih melindungi dengan mengirimkan dua petugas keamanan untuknya. Lama ia berdiam diri di dalam kamar, berusaha tak mengeluarkan suara gaduh agar tak di ketahui keberadaannya di sana. Rhaka berupaya sebisa mungkin merawat luka yang di deritanya sendirian tanpa melibatkan orang lain.
Tak terasa adzan ashar telah berkumandang dari mesjid yang letaknya tak jauh dari lingkungan tempat ia nge-kost. Secara sembunyi-sembunyi ia keluar dari kamar untuk mengambil air wudhu. Beruntung tak ada yang melihatnya hingga ia kembali masuk ke dalam kamar untuk menunaikan shalat ashar. Selesai shalat ia berusaha membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ia memutuskan untuk mengurung diri beberapa waktu hingga luka lebam di wajahnya menghilang dari padangan mata yang melihatnya. Baru saja akan memejamkan mata, tiba-tiba ia dikagetkan oleh bunyi pintu kamar yang berderit terbuka. Gunadi anak pemilik tempat kost masuk kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan mendapatinya tengah berbaring dengan luka lebam di wajahnya. Rupanya ia lupa untuk mengunci pintu kamar setelah ia mengambil air wudhu, dan selepas ia menunaikan shalat ashar ia langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Secara spontan benaknya berpikir untuk memberi alasan perihal luka lebam di wajahnya jika Gunadi menanyakan keondisinya saat itu. Tapi alasan itu sepertinya akan sia-sia, karena ternyata Gunadi telah mengetahui lebih dulu kejadian yang menimpanya. Gunadi mendapat kabar dari kawan se-fakultasnya tadi siang mengenai anak fakultas teknik  yang berseteru dengan anak fakultas ekonomi di mall. Ternyata peristiwa itu cepat juga menyebar di lingkungan kampus. Rupanya kawan Rustam yang bercerita pada kawannya di kampus hingga berita itu menyebar di kalangan aktivis Himpunan. Gunadi yang merupakan salah satu pengurus Himpunan dapat dengan mudah mendapat informasi mengenai hal-hal yang berhubungan aktivitas mahasiswa di lingkungan kampusnya. Ia pun tak dapat berkelit ketika Gunadi  menanyainya bagaikan seorang aparat kepolisian tengah mengintrogasi seseorang yang di tuduh telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Pada akhirnya ia pun mengakui kejadian sesungguhnya yang telah menimpanya. Naluri berorganisasi Gunadi cukup peka terhadap kejadian yang menimpa mahasiswa di fakultasnya, meski mahasiswa yang berkelahi dengannya bukan dari jurusan di fakultasnya. Ia bertutur kata padanya bahwa ia tak ingin keributan yang menimpa Rhaka dan mahasiswa sefakultasnya akan merembet menjadi permusuhan kelompok antar Himpunan. Gunadi pun tak berharap media cetak internal masing-masing fakultas memuatnya di majalah bulanan mereka. Dapat di bayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Bukan tak mungkin akan mencoreng nama baik masing-masing fakultas, terlebih lagi nama baik almamaternya. Gunadi  membeberkan rencananya untuk mengajak perwakilan dari Himpunan bersamanya menemui pengurus Himpunan di fakultas ekonomi. Sebelumnya ia telah mendatangi sekretariat gabungan media kampus lintas fakultas teknik untuk tak mengekspose kejadian memalukan tersebut dengan pertimbangan demi menjaga nama baik almamater. Hal yang sama akan ia sampaikan pada pengurus Himpunan di fakultas ekonomi untuk meminta pada media kampus agar menutup rapat-rapat kejadian tersebut. Rhaka memaklumi ke khawatiran yang di rasakan Gunadi, apalagi ia telah mengetahui bahwa ayahnya kini tengah di promosikan untuk menjadi Pembantu Dekan di fakultasnya. Sangat tepat momennya bagi Gunadi untuk memanfaatkan peristiwa tersebut, dan berusaha meredam pertikaian yang akan terjadi serta menyelesaikan persoalan di internal fakultasnya. Rhaka pun memahami ke khawatiran akan adanya provokasi yang di timbulkan akibat dari pemberitaan yang di kabarkan media kampus. Pada kesempatan itu ia berpesan agar Gunadi tak memberitahukan kondisi dan keberadaannya saat ini pada keluarganya, juga pada penghuni kost lainnya. Gunadi mengangguk tanda setuju, kemudian jabat erat salam persahabatan menghias ruang kamar yang terasa kembali sepi sepeninggal Gunadi dari hadapannya.
Di sekretariat KMPA, Rendy, Yori dan beberapa kawan lainnya tampak sedang  memeriksa perbekalan untuk survey lokasi bagi kegiatan organisasinya yang tinggal tersisa beberapa hari lagi. Rendy mengemas barang-barang yang nantinya akan di perlukan selama perjalanan menuju lokasi. Sementara Yori merapikan sleeping bag dan melipat tenda, dibantu beberapa kawannya. Setelah kembali memeriksa untuk memastikan bahwa semua kebutuhan telah berada di tempatnya masing-masing, Yori dan Rendy meminta pada anggotanya untuk menjaga semua perbekalan sementara mereka sedang tak berada di tempat. Rendy berjalan menuju basement tempat dimana sepeda motornya di parkirkan, di ikuti langkah kaki Yori dari arah belakang. Kendaraan roda dua melaju perlahan melewati pintu gerbang kampus. Rendy mengemudikan sepeda motor melintasi  jalan Tamansari, mengambil jalan lurus melewati areal samping kampus ITB yang berseberangan jalan dengan kebun binatang. Di perempatan jalan lampu merah daerah simpang dago ia mengambil arah kiri melintasi warung-warung tenda yang menjajakan beragam makanan di sepanjang trotoar jalan. Rendy menghentikan laju sepeda motornya di depan sebuah mini market yang hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari mulut jalan Tubagus Ismail. Setelah membeli beberapa makanan dan minuman dingin ia kembali memicu sepeda motornya. Sementara dalam waktu yang bersamaan Rhaka baru saja selesai mandi. Kemudian ia bergegas mengayunkan langkah kakinya melewati kamar kost yang berjejer dan berpura-pura menggosok rambut dengan handuk, untuk menutupi wajahnya. Langkah kakinya yang baru saja akan memasuki kamar terhenti ketika Yori dengan suara keras memanggilnya. Bukan main terkejutnya ketika mendengar seseorang memanggil dirinya. Suara itu tak asing lagi baginya. Dan ia tak mungkin menghindar untuk bertemu dengan teman yang memergokinya saat itu. Rhaka membiarkan kedua kawannya memasuki kamar yang masih terlihat berantakan. Suasana menjadi tegang seketika, manakala Yori dan Rendy mendapati kawan yang telah menjadi sahabatnya dalam kondisi seperti yang mereka lihat saat ini. Tak satu katapun terucap dari mulut Yori dan Rendy. Mereka hanya saling berpandangan dan kembali mengarahkan matanya ke wajah Rhaka. Dengan tanggap ia  menyikapi suasana yang tak mengenakkan tersebut dan membuka pembicaraan.
“Begini kejadiannya Ren, Yor”.  Ungkap Rhaka pada kedua sahabatnya. Kemudian ia menceritakan peristiwa yang telah menimpa pada dirinya. Ia pun tak melewatkan untuk menginformasikan pembicaraannya dengan Gunadi beberapa waktu lalu, juga menyampaikan permohonan maafnya pada  kedua sahabatnya karena tak bisa menemani mereka pergi mensurvey lokasi untuk kegiatan organisasinya. Yori dan Rendy menarik nafas dalam-dalam mendengar penuturan panjang lebar dari sahabatnya. Sebelum Yori sempat menanggapi penjelasannya, Rhaka telah mendahului dengan kembali berkata-kata. “Aku berharap, kita sudahi saja pertikaian tak berguna ini sampai di sini. Aku tak ingin perkelahian berikutnya terjadi kembali. Terkecuali mereka memulainya lebih dulu, itu menjadi persoalan lain”. Ia menghentikan kalimat yang akan di ucapkannya ketika seseorang mendatangi mereka. Ternytata Gunadi yang sejak tadi telah mengetahui kedatangan Yori dan Rendy, serta mencuri dengar pembicaraan mereka dari balik jendela kamar. Ia menyalami Yori serta Rendy setibanya di dalam untuk kemudian bergabung dengan mereka. Pembicaraan pun berlanjut menambah hangat suasana. Karena satu sama lain telah saling mengenal dengan baik, tak nampak kekakuan diantara mereka berempat. Gunadi tak malu untuk mengakui dan mengatakan pada Rhaka, Rendy, juga Yori, bahwa dirinya telah mencuri dengar pembicaraan mereka. Ia beralasan khawatir kalau-kalau Rhaka dan kedua kawannya akan merencanakan sesuatu yang tak di harapkan dan akan merugikan semua pihak. Rhaka serta kedua sahabatnya dapat menerima dan memaklumi kekhawatiran yang di rasakan Gunadi. Namun secara mengejutkan tiba-tiba Yori mengungkapkan niatnya untuk membuat  perhitungan dengan mereka yang telah mengeroyok sahabatnya. Ia katakan bahwa meskipun Rhaka telah memintanya untuk mengakhiri pertikaian, ia akan tetap membalas perlakuan mereka terhadap sahabatnya dengan cara dia sendiri.
“Kalian tak perlu cemas, karena kita tak akan melibatkan secara langsung siapapun kawan - kawan di kampus”. Yori melirik bergantian ke arah Rhaka dan Rendy sambil tersenyum lebar, kemudian tangannya memetakan suatu gerakan isyarat pada mereka. Gunadi mengernyitkan keningnya, tak mengerti akan maksud yang disampaikan Yori. Kedua sahabatnya yang memahami arti isyarat tersebut menggeleng-gelengkan kepala. Bagi Rhaka juga Rendy, isyarat dari Yori sudah merupakan suatu rencana.
Ke esokan harinya Gunadi mengunjungi sekretariat HME, untuk menemui pengurus himpunan dan menyampaikan rencana yang telah ia persiapkan sebelumnya. Rupanya beberapa pengurus himpunan telah mengendus peristiwa yang menimpa kawan mahasiswa sefakultasnya. Negosiasipun tak mengalami kesulitan yang berarti meski terjadi perdebatan kecil diantara mereka, dan pada akhirnya kesepakatan terjalin tanpa harus menguras banyak waktu serta pikiran. Sementara itu, Yori dan Rendy tengah merealisasikan rencana dengan mendatangi sesama anggota KMPA yang tengah beraktivitas di kampus. Padanya ia membeberkan permintaan untuk mencari tahu seluruh aktivitas yang biasa dilakukan mahasiswa fakultas teknik bernama Rustam, yang telah membuat sahabatnya menjadi bulan-bulanan Rustam dan kawan-kawan hingga Rhaka babak belur. Pada kawannya ia meminta untuk dicarikan informasi mengenai siapa saja teman yang selalu bersamanya, dimana ia tinggal serta tempat-tempat mana dan kapan waktu yang biasa ia lakukan untuk menjalankan aktivitasnya di luar kampus. Tanpa banyak bertanya lebih lanjut, teman Yori yang dipercaya untuk menjalankan bagian dari rencananya mengangguk tanda mengerti akan permintaan seniornya. Yori pun berharap sepulang dari acara organisasinya, informasi itu telah bisa ia dapatkan. Setelalah dirasa cukup berbincang dengan kawan - kawan junior di organisasinya, Yori berpamitan untuk kembali ke kampus utama.
Sementara di meja berpayung sebuah sponsor produk minuman yang terletak di halaman kantin, Lembayung tengah  bersantai sembari menyantap menu makanan yang ia pesan. Di temani Firza, Lita dan Rani teman sekelas di fakultasnya, ia terlihat begitu menikmati suasana saat itu. Lembayung telah bersepakat dengan teman-temanya untuk  makan bersama di kantin selepas perkuliahan. Karena hanya satu mata kuliah saja yang harus di ikuti bersama kawan - kawan seangkatannya pada hari itu, ia tak tergesa-gesa melewati waktu dan memutuskan untuk tinggal lebih lama di kampus, meski hanya untuk sekedar nongkrong saja. Setelah menghabiskan menu makanan yang mereka pesan, Lembayung mengajak ketiga kawannya berpindah tempat ke komawa II. Di sana ia dapat melihat dengan jelas aktivitas para anggota KMPA dan mahasiswa lainnya yang tengah berlatih di papan panjat. Mereka pun berlalu dari halaman kantin menuju komawa II. Lembayung hanya membeli air mineral kemasan gelas, karena untuk memesan makanan lain ia rasa perutnya tak akan sanggup menampungnya lagi.
Rendy memasang kunci pengaman di bagian belakang  sepeda motornya setelah ia parkirkan di basement. Ia berlari menuju tangga yang menghubungkan basement dengan lantai dasar, menyusul Yori yang telah melangkah lebih dulu. Rendy menghampiri Yori yang sedang memesan sesuatu pada pegawai komawa II. Setelah membayar dua piring batagor dan dua botol minuman dingin yang ia pesan, mereka menempati meja kosong untuk menyantap makanannya. Andai saja Lembayung tak menoleh ke arah  meja yang berada dikebelakangnya, mungkin  Rendy maupun Yori tak mengetahui jika Lembayung berada di sana. Lembayung menyapa Rendy dan Yori lebih dulu tanpa beranjak dari tempatnya. Rendy pun balas menyapa dan menawarkan pada Lembayung untuk bergabung dan makan bersamanya. Lembayung hanya mengagnggukkan kepala dan mempersilahkan mereka untuk melanjutkan menyantap makanan. Lembayung pun berdalih bahwa ia baru saja selesai makan dengan kawan - kawannya. Rendy memandang Yori yang duduk di hadapannya dan memberi isyarat dengan menggerakkan kepala. Yori menangkap maksud Rendy dan membalas dengan gerakan tangannya, yang berarti menyerahkan sepenuhnya pada Rendy untuk memberi tahu atau membiarkan Lembayung tak mengetahui keadaan Rhaka saat ini. Setelah berpikir dan mempertimbangkan apa yang akan di sampaikan pada Lembayung, akhirnya Rendy memutuskan untuk mengatakannya. Toh andai ia tak mengatakannya pada Lembayung saat ini, lambat laun ia akan mengetahuinya juga, meski tak dari dirinya atau Yori. Rendy coba memancing Lembayung dengan pertanyaan lain terlebih dahulu sebelum ia mengatakan maksud sebenarnya. Jangan-jangan ia sudah mengetahuinya lebih dulu.
“Oh ya Bay, apa hari ini kamu melihat Rhaka berkeliaran di kampus?”. Tanya Rendy  pada Lembayung yang secara spontan menoleh ke arahnya ketika Rendy memanggil dirinya. Lembayung tak segera menjawab pertanyaan Rendy. Ia beranjak dari tempatnya menghampiri dan meminta tempat pada Yori setelah mengajak teman wanitanya untuk turut bergabung dengannya.  Firza dan dua kawan lainnya hanya mempersilahkan pada Lembayung tanpa beranjak dari tempat duduknya masing-masing. Yori berpindah posisi ke samping Rendy yang bergeser memberi tempat, kemudian mempersilahkan Lembayung untuk mengisi bangku yang baru saja ia tinggalkan. Tak lama berselang Lita, Firza dan Rani berpamitan pada Lembayung. Secara serempak, Lembayung, Rendy dan juga Yori berupaya menahan kepergian mereka. Tapi karena mereka memaksa untuk pergi, Lembayung pun tak lagi menahan kepergian kawan - kawan dari hadapannya. Sebentar kemudian Lembayung memberi jawaban atas pertanyaan yang di ajukan Rendy padanya. Dengan santai Lembayung mengatakan kenyataan sesungguhnya bahwa, semenjak kedatangannya tadi pagi hingga bertemu dengan dua lelaki sahabat Rhaka  yang berada di hadapannya, ia belum bertemu atau menemukan Rhaka berkeliaran atau nongkrong di seputaran kampus. “Memang kenapa kalian mencarinya. Bukankah biasanya kalian bersama-sama dengannya ?. Atau mungkin ia masih di tempat kost, karena setahuku jika tak salah hari ini ia tak ada jadwal kuliah”. Ungkap Lembayung balik bertanya. Yori dan Rendy saling pandang sembari tersenyum.
“Aku malah tak tahu jika hari ini ia tak ada jadwal perkuliahan”. Jawab Rendy ringan, menyindir secara halus menyikapi perkataannya. Kedua pipi lembayung memerah mendengar Rendy berkata seperti itu. Lembayung mencoba untuk berkelit dari perkataan yang tadi di ucapkannya. Tapi Rendy dan Yori tak memperdulikan apapun alasan yang di berikannya pada mereka berdua. Lembayung  benar-benar tak menyadari untuk mengatakan itu. Pemberitahuannya pada Rendy dan Yori mengenai jadwal kuliah Rhaka cukup memberi makna tersendiri atas kedekatannya dengan Rhaka. Rendy tak ingin menyimpan informasi mengenai keberadaan sahabatnya lebih lama lagi.
“Begini Bay. Kemarin sore aku dan Yori sengaja menemui dia di tempat kost-nya. Kami telah berjanji mengajaknya pergi mensurvey lokasi untuk kegiatan organisasi. Tapi sepertinya kali ini dia tak bisa ikut, karena kondisinya tak memungkinkan untuk turut serta bersama kami”. Rendy menghentikan sejenak pembicaraannya, manakala Lembayung dengan raut wajah yang berubah drastis mempertanyakan mengapa Rhaka tak bisa ikut, dan  pertanyaannya mengenai ketidakmungkinannya untuk mengikuti kegiatan organisasi sahabatnya karena kondisi yang dialaminya saat ini.
“Memangnya kenapa dengan kondisi Rhaka. Apa yang telah terjadi. Sebegitu parahnyakah keadaannya hingga ia tak mungkin mengikuti kegiatan kalian ?”. Seperti senapan mesin Lembayung melontarkan pertanyaan bertubi-tubi, bagaikan peluru yang didorong keluar dari magasin ketika pelatuknya ditarik ke belakang. Rendy menoleh ke arah Yori yang dari tadi hanya menjadi pendengar saja. Yori menggeser tubuhnya sebelum mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
“Tak apa-apa Bay. Ia hanya perlu istirahat untuk beberapa hari kedepan hingga ia merasa pulih kembali. Mungkin ia akan cepat sembuh andai orang yang begitu berarti baginya datang menjenguk, meski hanya sebentar saja”. Yori dan Rendy tak menceritakan pada Lembayung mengenai peristiwa yang telah mengakibatkan Rhaka babak belur, dan memaksanya untuk sementara waktu supaya tak melakukan akitivitas sampai lukanya membaik. Sejujurnya Lembayung ingin segera beranjak pergi, untuk memastikan bahwa sebenarnya keadaan Rhaka tak seperti yang di bayangkannya. Tapi ia bingung harus pergi kemana, karena ia tak tahu kini Rhaka berada dimana. Ia tak pernah sekalipun di ajak ke tempat dimana dia tinggal sejak pertama ia mengenalnya. Ia pikir ini kesalahan pertama dalam perkawanannya dengan seorang laki-laki, yang telah membuat hatinya merasakan ada sesuatu yang hilang jika tak bertemu dengannya.  Ia memaki dan membenci dirinya sendiri. Mengapa ia harus merasakan kekhawatiran yang begitu sangat, padahal ia dan Rhaka baru sekedar berkawan, karena belum terucap ikrar atau pengakuan Rhaka atas dirinya selain kata berteman. Rendy melambai-lambaikan tangannya ke wajah Lembayung yang diam terpaku tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. “Hallo, ada orang disitu ?”. Ucapnya berulang-ulang. Lembayung tersadar dari lamunannya, dan begitu tiba-tiba ia mengeluarkan kata tanpa memikirkannya terlebih dahulu. “Dimana aku bisa menemui Rhaka saat ini. Tolong antarkan aku padanya !”. Tak terasa butiran bening di sudut matanya menetes membasahi pipinya. Ia mengambil selembar tisu yang tergeletak di meja dan menyeka air matanya. Yori menoleh ke arah Rendy yang tengah memegangi kepala dengan kedua tangannya, kemudian mencolek paha Rendy dan memberi isyarat untuk pergi mengantarkan Lembayung ke tempat yang ia minta. Rendy menyesal telah memberi tahu tentang sesuatu yang telah menimpa sahabatnya pada Lembayung meski hanya sekedar mengabarkan keadaannya. Tak bisa dibayangkan seandainya ia menceritakan secara detail pada Lembayung mengenai peristiwa yang telah dialami Rhaka, seperti Rhaka menceritakan kejadian itu padanya. Sungguh, ia tak mengira jika wanita yang duduk dihadapannya akan bersikap seperti ini. Dan kini mau tak mau ia harus mengantarkan Lembayung pada Rhaka. Rendy jadi serba salah dan menjadi salah tingkah. Dalam hati ia bertanya-tanya, akan senang atau marahkah Rhaka andai dia membawa Lembayung padanya. Terbayang raut muka Rhaka dengan luka lebam di beberapa bagian wajahnya. Terbayang ia berjalan tertatih sambil meringis menahan rasa sakit di kedua kakinya. Terbayang luka memar di kedua tangannya karena menahan hantaman dan tendangan dari kawan - kawan Rustam yang telah mengeroyoknya. Kini ia dihadapkan pada pilihan yang menyulitkannya untuk secepat mungkin mengambil keputusan. Yori kembali mengingatkan dan meminta Rendy untuk mengantarkan Lembayung pada sahabatnya. Rendy akhirnya pasrah dan menyetujui permintaan Lembayung. Setelah mempersilahkan Lembayung untuk menunggunya di bawah tangga, Rendy beranjak pergi , melangkah menuruni tangga untuk mangambil sepeda motornya yang di parkir di basement.
Kendaraan di seputaran kampus ketika itu tak dapat bergerak sama sekali. Halaman kampus sebuah Universitas yang letaknya tak begitu jauh dari kampusnya, di penuhi mahasiswa pengunjuk rasa hingga keluar halaman kampus. Seorang kordinator lapangan aksi mahasiswa berbicara lantang menggunakan pengeras suara yang digenggam erat-erat, memberi komando pada kawan-kawannya untuk tak beranjak dari tempatnya. Sepanduk bertuliskan tuntutan mereka pada pejabat kampusnya dibentangkan di barisan terdepan para pengunjuk rasa. Aksi tersebut memaksanya  untuk memutar arah, karena jalan di blokir para mahasiswa. Di perempatan lampu merah ia mengambil arah kiri memasuki jalan Ir.H. Juanda dan terus memacu sepeda motornya dengan kecepatan sedang.
Sementara itu Rhaka tengah mencoba melatih pergelangan tangan dengan menggerak-gerakkannya perlahan. Kedua kakinya dibiarkan telentang dengan tubuh bersandar pada dinding kamar. Asap mengepul dari gelas berisi wedang jahe yang belum lama ia seduh untuk menghangatkan tubuh dan membantu melancarkan peredaran darahnya. Cuaca di luar terlihat mendung pertanda akan turun hujan. Ia berusaha bangkit dari tempatnya perlahan, berjalan mengelilingi ruangan untuk melemaskan kakinya yang terasa kaku. Dan langkahnya terhenti manakala pintu di ketuk seseorang dari luar dan memanggil-manggil namanya. Karena ia mengenali suara dari luar kamar, ia berjalan mendekat ke arah suara tersebut dan membukakan pintu. Rhaka terkejut bukan kepalang melihat seseorang yang berdiri di belakang Rendy. Andai ia tahu Rendy datang bersama Lembayung, mungkin ia akan berpura-pura tidak mendengar dan membiarkan mereka mengira dirinya sedang tak berada di tempat saat ini. Tapi kini Lembayung telah berada di hadapannya, dan ia tak mungkin untuk menghindar darinya. Rendy sadar dan mengerti jika Rhaka tak mengharapkan dia membawa Lembayung padanya untuk saat ini.
“Aku tak tahu harus bagaimana. Aku pikir……” Rhaka memotong perkataan Rendy dan mempersilahkan mereka berdua untuk masuk. “Sudahlah Ren”. Rhaka tak meneruskan kalimatnya. Rendy menjadi serba salah dan tak tahu harus berkata apa di hadapan sahabatnya. Lembayung tak henti menatap Rhaka dengan pandangan menyiratkan rasa iba di kedua bola matanya. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tak satu katapun keluar dari mulutnya. Butiran bening menetes dari ujung kedua mata Lembayung. Hanya itu yang bisa dilakukannya saat melihat keadaan Rhaka dengan beberapa luka di wajah dan luka memar di kedua tangan dan kakinya. Rhaka berusaha mengendalikan situasi yang terasa kaku dan coba memecah kebisuan.
“Beginilah keadaanku saat ini. Tapi, ya sudahlah, semua telah terjadi. Bagaimana kuliahmu Bay ?”. Rhaka mengalihkan pembicaraan untuk menepis kesedihan di raut wajah Lembayung yang masih diam seribu bahasa. Rendy beranjak dari tempatnya dan memohon pamit untuk pergi dengan alasan ada sesuatu yang harus ia beli di mini market di depan jalan sana. Tapi Rhaka menahannya dan memintanya untuk tetap menemaninya. Rendy pun mengurungkan niatnya dan kembali ke tempatnya semula. “Apakah semua ini ada hubungannya denganku?”. Tanya Lembayung pada Rhaka. Ia tak memperdulikan pertanyaan Rhaka mengenai aktivitas perkuliahannya, karena ia tahu itu hanya untuk mengalihkan pembicaraan saja. Rhaka berusaha tetap tenang sembari berpikir mencari jawaban, mempersiapkan kemungkinan Lembayung mempertanyakan lebih lanjut penyebab luka di sekujur tubuhnya. Ia tak akan memberitahu jika yang membuat luka di wajah dan di beberapa bagian tubuhnya adalah orang yang sama yang pernah berkelahi dengannya, ketika ia berusaha menyelamatkan Lembayung dari lelaki iseng yang menggodanya di kampus di awal pertemuannya dengan Lembayung. Ia tak ingin memberi beban rasa bersalah pada Lembayung, walau pada dasarnya dialah yang menjadi penyebab perkelahiannya dengan Rustam, hingga ia menerima perlakuan yang tak mengenakkan dari Rustam cs.
“Tidak ada Bay. Semua ini sama sekali tak ada hubungannya denganmu. Hanya miss understanding, hanya kesalahfahaman saja. Mereka pikir aku orang yang harus di pukuli”. Rhaka sengaja memberi jawaban yang kiranya dapat membuat Lembayung merasa lega. Ia terpaksa berbohong pada Lembayung demi kebaikannya, karena tak berkeinginan mendiskreditkannya atas perkara yang menimpanya,  lebih jauh ia tak ingin memupuk perasaan bersalah pada diri Lembayung. Rhaka khawatir akan berpengaruh terhadap hubungannya dengan Lembayung di kemudian hari, jika ia memberitahukan kejadian yang sebenarnya. Jadi ia mengambil keputusan untuk menutup rapat-rapat peristiwa perkelahiannya dengan Rustam cs beberapa waktu lalu. Kalaupun pada akhirnya ia mengetahui peristiwa yang sebenarnya terjadi, biarlah Lembayung mengetahuinya dari orang lain.
Rhaka coba meraih minyak gosok yang tergelak di meja belajar untuk membalurkan ke pergelangan tangannya yang masih bengkak, tapi Lembayung terlebih dulu mengambilkannya. “Biar aku bantu mengurus lukamu Ka”. Lembayung memegangi tangan Rhaka, kemudian membaluri pergelangannya yang masih terlihat bengkak dengan hati-hati.
“Jika tak keberatan, aku akan menyempatkan waktu setiap pulang kuliah untuk membantu merawat lukamu sampai kau sembuh”. Pinta lembayung padanya.
“Menurutmu apakah orang tuamu harus tahu keadaanmu seperti sekarang ini ?”. Tanya Lembayung kemudian. Ia dapat menebak jika Rhaka maupun temannya belum memberitahukan kondisinya saat ini pada orang tuanya. Andai orang tuanya tahu, mungkin Rhaka sekarang tak berada di tempat ini. Ia mengungkapkan alasan mengapa ia tak memberi kabar pada orang tuanya di kampung halaman. Rhaka tak ingin masalah yang dihadapinya saat ini menjadi beban pikiran kedua orang tuanya. Tentu mereka akan memiliki pertimbangan lain dalam menyikapi persoalan yang ia hadapi kini, dan akan berakibat pada program study-nya di kota kembang saat ini. Setelah mendengar penuturan Rhaka mengenai sikapnya untuk memilih tak mengabari orang tuanya, Lembayung dapat mengerti. Alasannya pun cukup masuk akal jika ia berpandangan ke arah sana. Untuk saat ini Lembayung hanya berharap  supaya Rhaka cepat sembuh. Dalam hati ia menyimpan kekhawatiran akan trauma yang mungkin dialaminya setelah peristiwa yang menimpanya. Tapi dari cara dia menghadapi hidup seperti yang Lembayung saksikan di depan matanya saat ini, ia merasa yakin bahwa Rhaka akan mampu melewati persoalan yang datang menghampirinya. Mungkin baginya peristiwa yang telah menimpanya hanya pesoalan kecil sehingga ia tak perlu mengabari orang tuanya. Ia pun sepertinya tak ingin menyulitkan dan membebani  kawan dan sahabatnya dalam persoalan ini. Ia berusaha menyelesaikan persoalannya sendiri tanpa melibatkan kawan atau sahabatnya. Rendy sebagai sahabatnya mengetahui sifat Rhaka yang memang jarang meminta bantuan jika memang tak sedang benar-benar kepepet. Tapi Rhaka pun tak menolak bantuan yang diberikan kawan dan sahabatnya ketika ia mendapat masalah. Dan kini, peristiwa yang terjadi padanya ternyata membawa hikmah. Selain hubungan dengan kawan dan sahabat semakin erat, hubungan perkawanan dengan Lembayung pun semakin memberi makna dan menyimpan arti tersendiri baginya maupun Lembayung.


Tidak ada komentar: