Kamis, 05 Mei 2016

Cinta Ini Masih Ada (Bagian 7)

Pizza

Karya : Ipey
        Wajah-wajah baru menghiasi suasana hiruk pikuk seputar kampus yang telah memulai jadwal perkuliahannya. Para senior seakan mendapat angin segar untuk lebih bersemangat melakukan aktivitas dengan berbagai tujuannya masing-masing. Situasi seperti ini tak luput dari ajang kompetisi bagi mereka yang masih menjomblo untuk mendapatkan pasangan. Baradu gaya dengan sesama mahasiswa lainnya demi mendapatkan perhatian mahasiswi incarannya. Mereka menganggap itu sudah merupakan salah satu kegiatan ekstrakulikuler, meski tak pernah terjadwalkankan secara formal dalam kurikulum kampus. Sementara bagi para aktivis organisasi internal kampus, kondisi ini dimanfaatkan sebagai ajang promosi untuk merekrut sebanyak-banyaknya anggota. Pengumuman penerimaan anggota baru masing-masing UKM terpampang di setiap majalah dinding seputaran kampus. Para pengurus UKM berembuk membuat jadwal acara untuk memperkenalkan organisasinya melalui kegiatan yang dilakukan secara bergiliran sesuai kesepakatan, tentu atas persetujuan pihak rekrorat terlebih dahulu. Pengenalan masing-masing UKM dilaksanakan dengan mempertimbangkan jadwal perkuliahan mahasiswa agar tak mengganggu proses belajar.


Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kumpulan Seni Mahasiswa diberi kesempatan  memandu acara sekaligus memperkenalkan seluruh UKM di lingkungan kampusnya. Harus diakui bersama bahwa kegiatan KSM-lah yang selalu berhasil menyedot perhatian mahasiswa, sehingga UKM lainnya memberikan kepercayaan pada organisasi ini berada di barisan terdepan untuk memperkenalkan seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa di kampusnya.
Alat musik dengan perlengkapan audio seadanya telah di tata di halaman aula. Arok bersiap-siap dengan stik drum di kedua tangannya, sementara Rio, wahyu dan Rhaka telah berada pada tempatnya masing-masing. Tak lama kemudian musik mengalun mengiringi syair lagu yang Rhaka nyanyikan dengan riang. Sebentar saja halaman aula kampus telah dikelilingi para mahasiswa/i yang ingin menyaksikan pementasan tersebut. Lembayung  yang berada diantara kerumunan mahasiswa/i tak melepaskan tatapan matanya pada lelaki yang tengah memainkan gitar sambil bernyanyi. Senyumnya merekah ketika beradu pandangan dengan kekasihnya yang seoalah-olah ia bernyanyi untuk menghiburnya. Lagu demi lagu mengalun tanpa banyak mengalami hambatan berarti. Selepas melantunkan lagu Bongkar yang di pilih dari album milik Swami, Rhaka dan teman-teman memberikan kesempatan pada UKM lain untuk memperkenalkan organisasinya sesuai jadwal acara yang telah disepakati bersama. Rhaka berjalan mendatangi Lembayung yang masih berada di tempatnya semula. Senyum hangat serta tegur sapa ia lontarkan pada Lembayung dan Firza sahabatnya yang datang bersama ke kampus tadi pagi. Setelah berbincang-bincang beberapa saat mereka melangkah pergi meninggalkan halaman aula menuju kantin di belakang gedung. Sementara di ruang sekretariat KSM, panitia penerimaan anggota baru dengan ramah melayani setiap pendaftar yang datang menghampiri. Begitupun di ruang-ruang sekretariat UKM lainnya, para panitia berusaha melayani para calon pendaftar dengan sebaik mungkin yang bisa dilakakukannya untuk meyakinkan dan menarik minat mereka. Kesibukan seperti ini biasa berlangsung sampai batas akhir pendaftaran, untuk kemudian dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya hingga pada acara pelantikan.
Firza melambaikan tangan ketika kendaraannya melintas di samping Lemabayung dan Rhaka yang berjalan berdampingan. Mereka membalas dengan senyum dan gerakan tangan serta kata-kata gurauan tanpa menghentikan langkah-langkahnya. Terus berjalan diantara daun kering berserakan di sepanjang trotoar, di rimbunnya pepohonan di pinggiran jalan. Beberapa kalimat terucap selama melintasi bangunan tua peninggalan zaman Belanda,  yang masih berdiri kokoh menghiasi sejarah kota kembang. Deru mesin dan bunyi klakson kendaraan terdengar bagai instrument musik disela-sela hembusan angin. Caci maki serta sumpah serapah pengemudi di jalan raya menjadi raungan distorsi bagi laju pembangunan kota. Para pedagang asongan berjuang mempertahankan hidup dengan menawarkan barang dagangannya pada setiap penumpang angkutan umum dan kendaraan-kendaraan pribadi yang berhenti sejenak di lampu merah. Bocah-bocah kecil bersenandung lirih di iringi alat musik terbuat dari bekas tutup botol, menengadahkan wajahnya mengharap belas kasih  sesama yang memiliki kehidupan lebih baik darinya. Lembayung merogoh saku, mengeluarkan beberapa kepingan uang logam dan memberikannya pada pengemis tua yang duduk di trotoar jalan beralaskan selembar kertas koran sambil menggendong anak di pangkuannya. Zebra cross menuntun para pejalan kaki melintasi jalan aspal menuju seberang jalan. Lembayung menarik tangan lelaki disampingnya, memasuki lantai dasar salah satu  tempat perbelanjaan. Menaiki tangga berjalan, kemudian melangkah menuju sebuah caffe yang menawarkan beraneka ragam makanan khas bercitarasa internasional. Setelah membayar pesanan makanan untuk mereka berdua, ia menghampiri Rhaka di meja sudut ruangan. Lampu-lampu redup di setiap atap ruangan memberi kesan romantis suasana sekitarnya. Para pramu saji sibuk mengantar pesanan makanan pada pengunjung yang menunggu di mejanya masing-masing. Desain interior ruangan yang tertata rapih memberi kesan akrab pada setiap pelanggan. Kenyamanan pengunjung sepertinya telah menjadi salah satu pertimbangan khusus pengelola tempat, disamping suguhan makanannya yang mengutamakan kualitas rasa. Ia dan Rhaka mulai melahap sajian yang dipesan sambil membuka percakapan. Rhaka berusaha untuk tak membicarakan apa yang telah ia alami beberapa waktu lalu di tempat perbelanjaan ini, meski dia mencoba memancing pembicaraan ke arah itu. Sepertinya ia telah mengetahui peristiwa menghilangnya Rhaka setelah peristiwa perkelahian dengan Rustam cs. Sebisa mungkin ia menghindar dan cepat-cepat mengalihkan pembicaraan ketika Lembayung kembali mengungkit peristiwa itu. Hingga kini ia masih menyembunyikan penyebab pertikaiannya dengan Rustam cs, hingga kemudian menyeret sahabatnya terlibat konspirasi atas perkelahian antar kelompok club sepeda motor di halaman parkir lapangan gazebo beberapa waktu lalu. Beruntung media masa tak memberitakan kejadian tersebut, sehingga informasinya tak beredar luas. Dan pihak aparat kepolisian menganggap kejadian tersebut tidak lebih hanya sekedar perkelahian biasa. Belakangan Rhaka mengetahui Rustam kini tergabung dalam sebuah LSM yang nyatanya berorientasi pada kepentingan pengusaha yang turut mendanai organisasinya. Ia kembali meneruskan pembicaraan dengan Lembayung mengenai apa saja, tapi tak menyerempet ke arah pembicaraan yang selama ini ia simpan bersama sahabat-sahabatnya. Akhirnya Lembayung membuka obrolan lain mengenai niatnya untuk berpindah tempat kost. Ia meminta Rhaka untuk membantunya mencarikan tempat yang tak jauh dari kampus, sebelum  kost-an yang kini ia tempati habis masa kontraknya. Bagi Rhaka mungkin ini bukanlah hal yang sulit. Beberapa kawannya banyak nge-kost di daerah yang tak jauh dari lingkungan kampus. Ia juga bisa meminta Rendy sahabatnya untuk turut membantunya mencarikan tempat kost. Ia berusaha meyakinkan agar Lembayung mempercayakan hal tersebut padanya.
“Aku akan segera memberitahumu jika telah mendapatkan tempat yang kiranya cocok dengan keinginanmu”. Jelas Rhaka singkat tanpa banyak basa basi.
Hidangan dimeja kini hanya menyisakan  jus jeruk dan jus alpukat yang tinggal satu kali teguk saja. Rhaka beranjak dari tempat di ikuti Lembayung setelah menghabiskan minumannya. Di pintu masuk mereka berpapasan dengan Yori dan Rendy. Jaket merah bertuliskan sederet huruf di bagian kiri membuat Rhaka mengernyitkan keningnya. Rendy menepuk bahu Rhaka sambil tersenyum dan berkata. “Nanti malam kita kumpul di tempat biasa. Aku akan beritahukan mengenai hal ini”. Rendy merapikan jaket yang dikenakannya. Rhaka mengangguk dan memberi isyarat bahwa ia akan datang nanti malam untuk bertemu di tempat mereka biasa berkumpul. Rhaka dan Lembayung melanjutkan langkahnya menyeberang  jalan di atas zebra cross, kemudian mengambil jalan alternatif dan berhenti di samping gedung kumpulan mahasiswa Prancis. Rhaka membuka pintu depan angkutan umum jurusan Abdul Muis – Ledeng yang berhenti di depannya, kemudian mempersilahkan Lembayung masuk setelah ia duduk di samping pengemudi. Roda-roda berputar perlahan, beranjak pergi melintasi jalan sesuai trayeknya. Jika jalanan tak macet hanya membutuhkan beberapa menit saja untuk sampai di tempat Lembayung.
Diskusi

Selepas maghrib ia berpamitan pada Lembayung dan juga pemilik tempat kost. Ia merasa tak sabar untuk segera bertemu sahabatnya, terlebih lagi ia ingin mengetahui maksud pertemuan malam ini karena baik Rendy maupun Yori tak memberitahukannya terlebih dulu mengenai hal-hal yang akan dibicarakan. Sepanjang perjalanan Rhaka mencoba menebak-nebak, apa kiranya yang akan menjadi pembahasan. Seingat dia saat ini tak ada satupun isu berkembang di lingkungan kampus, baik mengenai kebijakan pemerintah setempat atau kebijakan pemerintah pusat. Rhaka hanya mendapat informasi mengenai rencana pembangunan gedung oleh sebuah perusahaan yang akan di dirikan di atas lahan berpenduduk, itu pun belum diketahui secara pasti kebenarannya. Rhaka meminta pengemudi angkutan berhenti di depan kampus. Setelah membayar ongkos ia berjalan menuju gerbang  kampus yang masih terbuka. Pak Muklis petugas keamanan kampus yang kebetulan berpapasan dengannya di tangga komawa menyapanya dengan ramah. Sepertinya ia tahu maksud kedatangannya ke tempat itu. Dengan gaya bercandanya yang khas ia memberitahukan bahwa peserta adu mulut sedang berkumpul di halaman aula. Rhaka hanya tersenyum mendengar penuturan petugas keamanan kampus yang biasa menemaninya minum kopi di malam hari ketika ia terpaksa harus bermalam di ruang sekretariat. Beberapa teman diskusi ternyata telah berkumpul di aula. Yori, Rendy, Aray dan kawan - kawan dari himpunan tampak asyik mengumbar tawa sambil menikmati makanan ringan yang tergeletak di lantai beralaskan sehelai kain bekas spanduk kegiatan yang sudah tidak terpakai. Setelah menyapa semua yang hadir disana, Rhaka mengambil tempat duduk di antara Rendy dan Aray. Ia membisikkan sesuatu ke telinga Rendy, mempertanyakan hal yang akan menjadi pembahasan dalam diskusi kali ini. Rendy tak segera merespon pertanyaan sahabatnya. Ia mohon waktu pada kawan - kawan untuk bicara berdua dengan Rhaka. Rendy mengajak Rhaka pergi menuju papan panjat di taman kampus. Di sana Rendy coba memberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang akan menjadi bahan diskusi, juga mengenai maksud dirinya bergabung di salah satu LSM. Ia sengaja tak memakai jaket LSM yang tadi siang ia kenakan, tentu bukan tanpa alasan. Namun meskipun Rendy tak memberi tahu alasan tersebut, Rhaka dapat mengerti mengapa hal itu Rendy lakukan. Banyak persoalan yang akan timbul jika ia mengumbar keterlibatannya di lembaga tersebut. Hanya saja Rhaka masih merasa tak yakin dengan langkah yang ditempuh sahabatnya. Berdiri di dua sisi bukanlah hal mudah meski berdalih sebagai penyeimbang. Terkecuali  jika ia berani mengambil keputusan menjadi seorang oportunis, tentu dengan kesiapannya menerima resiko yang akan timbul di kemudian hari. Secara pribadi Rhaka dapat menerima keputusan sahabatnya, tapi belum tentu dengan teman-teman lainnya. Meski demikian ia tak berani mengambil kesimpulan, bahwa sahabatnya yang merupakan anak seorang tentara berpangkat cukup tinggi di kesatuannya, mempunyai tujuan yang bertolak belakang dengan gerakan mahasiswa di kampusnya. Untuk saat ini Rhaka hanya bisa berpikir bagaimana tim diskusinya dapat bergerak dinamis tanpa mengedepankan sikap anarkis ketika menyuarakan aspirasinya. Rhaka mencoba menyimpan setumpuk pertanyaan dalam benaknya. Pikirnya mungkin lain waktu ia dapat membahasnya lebih lanjut bersama dengan Yori dan Aray yang kebetulan sama-sama anak tentara seperti Rendy, mungkin bisa saja mempunyai pemikiran tak jauh berbeda dengan Rendy sahabatnya. Tapi bukan hal tak mungkin akan berbeda hal dengan Roy yang lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga Bhayangkara, begitupun dengan Arok yang kedua orang tuanya bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Rhaka menutup pembicaraan, kemudian megajak Rendy kembali begabung dengan kawan – kawannya di aula.
Yori terlihat begitu serius dan tegang mendengar penuturan kawan - kawan himpunan yang bersikeras mempertahankan argumentasiya. Ia merasa kurang setuju dengan rencana unjuk rasa yang akan digelar secara mendadak tanpa mempertimbangkan berbagai kemungkinannya.  Selain membahayakan mahasiswa, rencana itu terkesan terlalu terburu-buru dan terlalu memaksakan diri. Di sela-sela perdebatannya, Rhaka berusaha memberi masukan mengenai kemungkinan adanya aksi tandingan dari pihak berbeda kepentingan dengan gerakan aksi mahasiswa. Ia khawatir tak mampu menghindari kemungkinan terjadinya bentrokan fisik, selain dengan aparat keamanan juga dengan para pengunjuk rasa tandingan yang berseberangan dengan mereka. Lebih jauh lagi ia khawatir aksi mahasiswa dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan yang sama sekali betolak belakang dengan tujuan aksi mereka. Dan Rendy kini mulai membuka mulut menyampaikan pendapatnya. Ia mempunyai rencana cukup mengejutkan, yang mungkin tak terpikirkan oleh kawan - kawanya. Rendy tak hanya membahas soal gerakan aksi terbuka, tapi juga langkah-langkah alternatif yang akan tempuh untuk sampai tujuan. Ia mengeluarkan satu bundel kertas berisi data-data mengenai sesuatu yang akan menjadi bahan acuan gerakan aksi mereka. Entah dari mana ia mendapatkan bundelan kertas tersebut, yang salah satunya berisi denah lokasi rencana pembangunan sebuah perusahaan lengkap dengan desain gedungnya. Kemungkinan akan adanya aksi tandingan pada saat mereka menggelar unjuk rasa di benarkan olehnya, namun Rendy tak menjelaskan secara detail dan tebuka. Ia hanya menyebutkan bahwa salah satu LSM yang turut didanai pengusaha kemungkinan besar akan menggelar aksi serupa pada hari yang sama saat mereka turun ke jalan. Yori mengernyitkan kening mendengar penuturan sahabatnya. Sebelumnya ia tak tahu jika Rendy telah memegang informasi mengenai situasi seputar rencana pembangunan gedung di kawasan berpenduduk padat. Yori berpikir beberapa saat, memutar otaknya mencari jalan untuk kirannya dapat menjadi sebuah solusi bagi langkah-langkah yang akan di tempuh tim diskusinya. Dalam aksinya nanti ia tak begitu khawatir akan jumlah masa yang akan turut serta turun ke jalan. Ia memperkirakan  akan banyak mahasiswa baru bersemangat tinggi merespon serta mendukung rencana ini. Ia pikir hanya membutuhkan sosialisasi dengan pendekatan secara akademis saja untuk merangkul semangat mereka. Rhaka berusaha tak mengomentari kembali setiap pemaparan kawan - kawanya. Ia lebih memfokuskan perhatiannya pada rencana Rendy mengenai langkah-langkah yang akan di tempuhnya. Rhaka mencium sesuatu di balik semua rencana, bukan hanya semata-mata kepentingan rakyat yang akan diperjuangkan, tetapi ada nilai khusus menjadi pertimbangan lain. Ia mengira sahabatnya pun membawa kepentingan pihak lain dalam aksi ini. Kepentingan para pebisnis yang bersaing untuk mendapatkan tender atas proyek pembangunan gedung yang mereka perdebatkan, dan bukan untuk meminta pemerintah membatalkan rencana pembangunan gedung tersebut. Diskusipun terus berlanjut, saling beradu argumentasi mempertahankan pendapatnya masing-masing. Dan ketika larut malam tiba merekapun bersepakat untuk mengakhiri pembicaraan. Kemudian setelah mengambil kesimpulan dari pembahasan diskusi mereka membubarkan diri.
Ilustrasi
Angin berhembus terasa menusuk hingga menyentuh sendi-sendi urat nadi. Secangkir kopi panas masih tak cukup  memberi kehangatan tubuh. Rhaka  mengajak Yori dan Rendy berpindah tempat ke ruang sekretariat, karena ia masih ingin melanjutkan pembicaraan dengan dua sahabatnya mengenai banyak hal yang belum di ketahuainya. Ia berusaha membuka obrolan se santai mungkin agar tak terjadi ketegangan diantara mereka. Sejenak Rendy menarik nafas panjang saat ia di sodorkan pertanyaan yang bukan ia tak mengerti kemana arah pembicaraan Rhaka tertuju. Setelah meneguk kopi, ia mencoba sekemampuannya memberi penjelasan mengenai posisinya saat ini. Ia katakan padanya bahwa ia tak benar-benar bermaksud memanfaatkan sikap idealis mahasiswa di kampusnya demi kepentingan pribadi. Namun ia pun tak menyangkal bahwa ia mempunyai kepentingan atas rencana pembangunan gedung di kota tersebut. Lebih tepat kepentingan masa depannya, yang pada akhirnya akan menjadi kepentingan kawan - kawan seperjuangannya saat ini. Agar tak terjadi miss understanding diantara mereka, sebisa mungkin Rendy memaparkan persoalannya sedetail mungkin. Akhirnya Rhaka dapat mengerti dan memahami maksud sahabatnya. Ia percaya Rendy berkata jujur, sejujur yang bisa ia lakukan. Andai dia bermaksud mengkhianatinya, mungkin ia tak akan memberitahukan semua ini padanya dan juga Yori sahabatnya. Rhaka kembali mengingatkan sahabatnya untuk berhati-hati dalam menempuh langkah-langkahnya.
“Sebaiknya kau simpan semua berkas yang kau dapatkan,  juga catatan hasil diskusi malam ini di luar kampus untuk menghindari hal-hal tak terduga sebelumnya. Dan aku sarankan untuk tak menyimpannya di tempat kostmu. Kau lebih tahu tempat mana yang paling aman”. Rhaka menghisap rokok filter di sela-sela jarinya, kemudian ia membuang sisa nya ke tempat sampah di sudut ruangan.


Tidak ada komentar: