Jumat, 13 Mei 2016

Cinta Ini Masih Ada (Bagian 10)


Karya : Ipey
Bagian Sepuluh
Lirih gemericik hujan di hembusan angin malam, menyapa sepi yang seakan tak berbatas. Memasung kerinduan tak berbalas karena perih merasuki pundi-pundi hati. Mencoba meraih senyuman di bayang wajah yang menyiratkan kehampaan. Menghempaskan keresahan berkabut penyesalan yang menghimpit sanubari terdalam. Dimanakah cinta yang selama ini sanggup meluluhkan kegundahan. Kemanakah perginya rasa rindu yang selama ini selalu menghias sisi ruang batin saat raga terpisahkan jarak dan waktu. Begitu asingkah ketulusan hati ketika kata maaf menyentuh sisi nurani. Sepedih apakah luka yang terasa, hingga tak mampu berkata-kata.
Sejenak Rhaka terdiam, masih dalam kebisuan. Pikirannya melayang setinggi gunung menyentuh awan. Mereka-reka keinginan untuk dapat bertemu dengan kekasihnya. Tertegun menatap langit yang tak bercahaya karena awan hitam masih bertahan menitikkan air hujan, melarutkannya dalam kesendirian. Perlahan ia beranjak dari tempatnya, menepis kejenuhan yang mendera. Di raihnya  minuman yang sempat ia beli di salah satu toko penjual makanan ketika dalam perjalanan. Meneguknya perlahan hingga tiap tetes yang mengalir memberi kehangatan di tubuhnya. Benaknya kembali menerawang jauh, mengingat setiap waktu kebersamaannya dengan wanita yang telah membuatnya terpenjara di kesunyian, menyudutkannya di ketidakberdayaan menahan rasa yang bergejolak dalam batinnya. Berusaha menerima kenyataan yang terjadi tanpa mampu ia hindari. Ia tumpahkan segenap perasaan yang bersarang dihatinya. Merangkai kata demi kata, melukiskan kekisruhan dalam kesedihannya. Menggoreskan tinta hingga rasa kantuk menggelayut di kelopak mata, kemudian terlelap di tidurnya membawa sejumput harapan bertemu dengan pujaan hati dalam mimpinya.

Dan Lembayung pun membaringkan tubuhnya, berupaya melepas kepenatan yang menghimpit pikirannya. Gelisah yang merasuki jiwa tak mampu ia tepiskan meski hanya untuk sekejap saja. Terbayang wajah Ronald saat memanjakannya dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya. Setumpuk kebahagiaan menantinya dihadapan mata, seperti yang dijanjikan Ronald padanya. Kemudian tiba-tiba benaknya menjangkau bayangan wajah Rhaka. Sorot matanya terasa menusuk hingga ke relung kalbu, hatinya bagai tersayat sembilu ketika rasa rindu, benci dan juga kecewa mengelus kesendiriannya. Ada kepedihan yang dirasakan saat ia mengingat kepergiannya yang tanpa pamit, tanpa kabar berita ketika ia menghilang begitu saja dari hari-harinya. Terkuak penyesalan manakala teringat akan sikapnya yang tak bersahabat, saat ia berusaha bicara padanya. Jika diingat, padahal itu pertemuan pertama kalinya sejak Rhaka menghilang tanpa jejak. Terbayang saat kendaraan yang membawanya pergi hampir menabraknya di pintu gerbang masuk kampus. Ia yakin Rhaka melihat dirinya berada di dalam kendaraan tersebut, meski hanya sepintas lalu. Ia pun tahu dia sengaja membuang pandangan mata ke arah lain untuk menghindarinya. Itu bukan sikap Rhaka yang biasanya. Ia pasti akan melabrak Andri, andai saja ia tak tahu Lembayung berada di dalamnya. Entah mengapa tiba-tiba perasaan bersalah mengganggu pikirannya. Ia merasa bersalah karena telah menemui Ronald, meskipun ia tahu hingga saat ia bertemu dengan Rhaka, statusnya masih kekasih Ronald. Benaknya semakin jauh menerawang ke masa lalu. Masa-masa kebersamaannya dengan Ronald sewaktu masih bersekolah di kampung halamannya hingga keadaan terpaksa memisahkan keduanya, kerana Ronald harus melanjutkan pendidikannya ke luar kota. Dan kini kenyataan telah mempertemukan mereka kembali setelah melewati waktu yang panjang. Namun ketika akal sehat menyadarkan keresahannya, Lembayung menimbang ulang untuk mendapatkan jawaban terbaik atas pilihan yang harus dia ambil. Ronald pernah meninggalkan Lembayung dalam ketidakpastian mengenai hubungan mereka berdua. Bukan dalam waktu singkat. Ya, setahun lebih cintanya menggantung tanpa keputusan yang pasti darinya. Selama itu ia hanya pernah bertemu dua kali dengannya, itupun Lembayung yang menemui Ronald dengan mendatangi kediamannya, setelah ia mendapat kabar dari sahabatnya ketika Ronald berlibur di kampung halamannya. Rhaka pun pernah membiarkannya dalam kesendirian, hingga ia harus menanggung beban rindu tanpa kabar berita darinya. Ia sempat pergi begitu saja menghilang tanpa jejak. Belakangan ia mendengar kabar, bahwa setelah peristiwa kerusuhan dalam sebuah aksi unjuk rasa, beberapa pengunjuk rasa menjadi DPO aparat kepolisian yang memaksa mereka untuk bersembunyi. Dan tadi siang tiba-tiba Rhaka muncul di kampus menemuinya. Ia tersadar bahwa kepergiannya yang tanpa pamit bukan tanpa alasan. Ia pikir mungkin Rhaka butuh waktu untuk menghindar bertemu dengannya, juga dengan orang-orang disekitarnya. Logika Lembayung berkata, tidak mungkin Rhaka berniat meninggalkannya. Terbukti dengan niatnya yang sungguh-sungguh untuk menemuinya di kampus waktu itu. Kemunculannya di hadapan orang banyak menandakan bahwa kekasihnya bukan orang yang selama ini dicari aparat kepolisian. Kini kebimbangan dan rasa ragu yang bersarang dalam hatinya atas pernyataan Ronald mengenai kesungguhannya untuk memperbaiki hubungan mereka semakin menguat. Dan kerinduan yang dirasakan Lembayung terhadap Rhaka kian melekat dalam hatinya. Imajinasinya melayang menyentuh awan hitam yang menitikkan butir-butir air hujan yang seakan ikut terhanyut dalam kesedihannya. Hingga larut malam tiba bayangan Rhaka masih menghiasi lamunannya, menghanyutkannya dalam kerinduan yang terasa menyesakkan dada. Air matanya berderai, menetes perlahan membasahi pipi. Air mata kerinduan yang penuh makna, berkecamuk bercampur menjadi satu bersama kesedihan dan ketidakberdayaan menepis keresahan yang berputar-putar dalam hatinya, sampai akhirnya kesendirian mengahantarkannya ke gerbang mimpi di keheningan malam.
Semilir angin berhembus membawa nyanyian burung-burung berberkicau di hangatnya mentari pagi. Awan putih berarak menyelimuti kota kembang yang cerah. Keceriaan pun terpancar di raut wajah para pejalan kaki yang hilir mudik di sepanjang trotoar jalan. Lembayung berjalan perlahan menuruni tangga, setelah memastikan kamar tidurnya terkunci dengan aman. Kemudian ia berpamitan pergi pada bu Rahmat yang tengah duduk santai di teras depan rumah. Langkahnya tertahan ketika sebuah kendaraan yang ia kenal berhenti di seberang jalan rumah kostnya. Lembayung membalas senyum serta lambaian tangan Andra dan Fahri yang bergegas menghampirinya. Sebentar mereka bercakap-cakap, sepertinya membicarakan sesuatu. Nampak kekecewaan di raut muka Andra begitu mendapat respon yang tak biasa dari Lembayung. Andra kembali mencoba membujuknya agar bersedia ikut dengannya. Namun pendirian Lembayung tak tergoyahkan oleh berbagai alasan yang dikemukakan Andra padanya. Kini Fahri yang mengiba, berharap Lembayung bersedia ikut dengan mereka. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan pada Ronald jika Lembayung tak ikut bersama mereka, karena kedatangan Fahri dan Andra ke tempat itu atas keinginan Ronald. Dan Lembayung masih tetap pada pendiriannya semula meskipun Fahri membujuknya dengan berbagai cara. Akhirnya Andra dan Fahmi pun berlalu dari hadapannya dengan perasaan tak menentu. Lembayung melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda oleh kedatangan dua sahabat Ronald yang bermaksud menjemputnya.

Lembayung menyerahkan ongkos pada sopir angkutan yang menghentikan laju kendaraannya. Kemudian ia ayunkan langkahnya menuju sebuah rumah kost-an yang tampak sepi. Pintu ruang depan dibukakan dari dalam setelah ia mengetuknya beberapa kali. Sejenak Rhaka terdiam mematung tanpa bicara sepatah katapun. Kemudian ia menggosok kedua mata dengan jari tangannya, seakan tak percaya pada penglihatannya bahwa seseorang yang berdiri dihadapannya adalah nyata Lembayung. Kemudian ia mengalihkan pandangan matanya ke sekeliling ruang tempat dimana ia berada. Lembayung menundukkan kepala sambil menahan tawa, lalu membuang pandangannya ke samping. Entah mengapa Lembayung merasa tergelitik menyaksikan tingkah laku Rhaka yang sepertinya tak percaya bahwa dirinya tak sedang bermimpi. Setelah merasa yakin yang berada dihadapannya tak lain adalah Lembayung, ia pun mempersilahkannya masuk. Rhaka bergegas menyambar handuk yang menggantung di pintu kamar, untuk kemudian bergegas pergi mandi setelah memintanya untuk menunggu selama ia membersihkan diri.
Naluri kewanitaannya tersentuh saat ia mengintip kamar tidur Rhaka. Tanpa diminta ia pun mulai merapikan ruangan yang tampak seperti kapal pecah. Dan ketika matanya tertuju pada helai kertas di atas meja belajar, gerakannya terhenti sejenak. Di raihnya kertas tersebut penuh rasa penasaran, dan kemudian ia mulai memabaca kata demi kata yang tertulis disitu.

Rindu Tak Berbalas

Ketika Tertegun memandang gemericik hujan
Malam berteman keheningan tanpa cahaya rembulan
Tak juga berhias kerlip bintang-bintang
Hanya kesendirian menyapa kegelisahan kesedihan.
Bahkan saat berusaha kucoba memejamkan kepedihan
Benak pun tak mampu menepis bayangan
Bayangan wajah behias keteduhan
Keteduhan Yang menyatu di setiap hembusan nafas
Bagaimana mungkin menenggelamkanmu dari hatiku
Sedangkan rindu ini selalu tertuju padamu
Hingga anginpun meniupkan nada-nada syahdu
Mengalunkan lagu hanya tentang dirimu
Dan ketika rindu tak berbalas rengkuhmu
Relung kalbu tak juga sanggup sirnakan indahmu
Menari di pelulpuk mata berkabut pilu
Mencumbu kesedihan di ambang keheningan kehampaan
Seakan Perih merajam menghujam tanpa belas kasihan
Menyayat kepiluan hingga lemas terkulai
Terdampar di antara kepingan luka yang dalam
Terhempas badai menghantam ketiadaan
Dimanakah dirimu kini berada
Dimanakah kisahmu kini bertumpu
Sementara cintamu berbalut masa lalu
Menyisakan perih dalam batinku
Mengoyak kepedihan semakin dalam
Kemana cinta kan kau persembahkan
Disaat rindu terasa begitu menyesakkan
Bagai ujung belati mengiris tajam
Siap kau hujamkan tanpa mata terpejam
Dan aku pun terkulai di himpit prahara
Ketika panah asmara kau campakkan
Karena arah kasihmu seakan menghilang
Terseret gemerlap roda kehidupan

Ia baca tiap bait secara berulang-ulang, mencoba mengerti apa yang tersirat di dalamnya. Ia tak mengira sama sekali jika Rhaka menyimpan bakat merangkai kata-kata. Namun ia pun merasakan sesuatu yang mengganggu pikirannya tentang apa yang ia tuangkan dalam goresan tintanya. Ungkapan perasaan yang jujur apa adanya. Entah mengapa ia merasa bahwa bait-bait kalimat itu berbicara tentang dirinya, tentang perasaan Rhaka terhadapnya. Jika demikian adanya, betapa besar pengharapan cinta Rhaka padanya. Kata-kata yang di ungkapkan tentang kerinduan begitu dalam, juga kekecewaan yang teramat dahsyat. Andai begitu adanya, ia dapat mengerti gejolak yang berkecamuk dalam benak Rhaka saat ia menumpahkan perasaannya. Rasa sesal, juga rasa bersalah kembali menghinggapi ketika matanya tertuju pada botol bekas minuman keras yang tergeletak di bawah meja belajar. Ia tak menyangka sebegitu kecewanya Rhaka terhadapnya. Lembayung menarik nafas dalam-dalam, kemudian dihempaskan rasa sesak yang menghimpitnya. Dan lamunannya terbuyarkan oleh suara berdehem yang terdengar tiba-tiba. Spontan ia meletakkan kertas dalam genggaman, kemudian membalikkan tubuhnya ke arah datangnya suara. Rhaka tertegun sejenak melihat kamarnya yang telah rapi.
“Padahal kau tak perlu mengotori tanganmu Bay”. Ucapnya kemudian. Suaranya terdengar lirih ditelinga Lembayung. Sikapnya pun terasa kaku tak seperti biasa ketika ia berhadapan dengannya.
“Maaf, aku tak terbiasa melihat tempat yang… ”. Jawab Lembayung sambil beranjak dari tempat duduknya. Rhaka tersenyum mendengar Lembayung berkata demikian. Ia mengerti apa yang Lembayung maksudkan meski ia tak melanjutkan kalimatnya. Rupanya waktu juga yang telah membentangkan jarak diantara mereka berdua. Namun ia tak ingin menambah beban pikirannya sendiri dengan bersikap tak sewajarnya terhadap perempuan dihadapannya. Ia pikir kedatangannya ke tempat ini tentu membawa maksud baik. Setidaknya ia masih menghargai hubungan mereka yang sempat merenggang, karena walau bagaimanpun hingga saat ini ia masih kekasihnya. Rhaka sendiripun merasa bahwa semua ini terjadi karenanya. Jadi, ia pikir alangkah egoisnya andai tak menghargai niat baiknya. Rhaka mencoba kembali bersikap seperti biasa meski sedikit terasa kaku.
“Oh ya Bay, apa kau masih berminat untuk melihat tempat kost yang tempo hari aku katakan ?. Atau mungkin sudah mendapatkan tempat yang baru ?”. Tanya Rhaka mengingatkan sesuatu yang Lembayung pesan padanya.  Lembayung menggelengkan kepala sambil berucap. “Belum Ka. Aku belum mendapatkan tempat kost baru. Beberapa hari yang lalu ada temanku menawarkan rumah kost-an, tapi cukup jauh dari kampus. Jadi aku putuskan untuk menolaknya. Jika tak keberatan dan ada waktu untuk mengantarku melihat tempat kost yang kamu maksudkan, kita bisa pergi kesana sekarang. Kebetulan aku tak ada kegiatan hari ini, jadi waktuku tersedia cukup luang”.
Rhaka menyimak apa yang di sampaikan Lembayung sambil merapikan rambutnya.
“Kebetulan hari ini aku pun tak ada kegiatan Bay. Jadi aku bisa mengantarmu ke tempat itu. Andai kau rasa tempatnya tak cocok, kita bisa mencarinya  ke tempat lain”.
Rhaka menyampaikan kesediaannya atas permintaan Lembayung. Hanya tinggal mengenakan sepatu saja ia pun telah siap berangkat. Namun langkahnya tertahan ketika Lembayung memegangi pergelangan tangannya. Dengan nada pelan Lembayung menyatakan permohonan maaf serta alasan atas sikapnya yang tak bersahabat sewaktu ia menemuinya di kampus beberapa waktu lalu. Ia pun berterus terang mengenai teman yang mengajaknya pergi di saat ia menemuinya di kampus waktu itu. Lembayung pikir lebih baik Rhaka tahu tentang hubungannya dengan Ronald dari dirinya sendiri, daripada ia nanti tahu dari orang lain. Setidaknya ia telah berusaha jujur untuk mengatakan yang sebenarnya. Mungkin akan lebih menyakitkan seandainya suatu saat ia mengetahuinya dari orang lain. Ia sampaikan bahwa Ronald adalah kekasihnya di masa lalu yang tiba-tiba muncul disaat ia merasa kehilangan, karena ia merasa telah ditinggalkan Rhaka yang pergi tanpa kabar berita mengenai kepergiannya. Ia pun jujur mengakui, bahwa hubungannya dengan Ronald belum berakhir ketika ia bertemu dengan Rhaka, meski ia telah terpisah jarak dalam waktu yang cukup panjang. Dan bagi Rhaka kejujuran yang disampaikan padanya merupakan suatu kenyataan yang harus ia terima. Bagaimana tidak. Semuanya telah terjadi. Yang ada dalam benaknya kini apakah ia akan tetap bertahan atau melepaskan Lembayung pergi darinya. Namun demikian Rhaka tak ingin menghakimi Lembayung yang telah bersikap tak jujur dengan menyembunyikan hubungannya dengan yang lain selama ini. Ia tahu dan menyadari akan keberadaannya saat ini. Ia pun dapat menebak seperti apa keberadaan Ronald. Ia teringat saat dirinya hampir saja tertabrak sebuah mobil mewah di gerbang kampus waktu itu, dan kendaraan itulah yang membawa Lembayung pergi. Andai ia mengikuti emosinya, ingin rasanya ia memaki Lembayung sepuas hatinya. Tapi ia pikir semua itu tak ada artinya. Rhaka terdiam beberapa saat, mencoba bersikap tenang dan tak menunjukkan reaksi yang dapat membuat suasana menjadi bertambah berantakan. Hari ini ia telah berjanji untuk mengantar Lembayung melihat ke tempat kost yang ia maksudkan, dan janji itu akan ia tepati meski hatinya dihantui perasaan tak menentu.
Karena Lembayung merasa cocok dengan tempat kost yang ia tunjukkan padanya, maka mereka tak melanjutkan untuk mencari tempat kost lainnya. Selepas bernegosiasi dengan pemilik rumah, Rhaka mengantar Lembayung pulang ke tempatnya. Tak banyak kata yang Rhaka ucapkan selama di perjalanan, begitupun halnya dengan Lembayung. Hingga tiba di kediamannya, suasana kaku masih terasa diantara mereka. Selaku tuan rumah, Lembayung berusaha sedapat mungkin untuk mencairkan kebekuan yang menyelimuti keduanya.
“Terima kasih telah membantu mencarikan tempat untukku”. Ucap Lembayung membuka pembicaraan. Rhaka menyambut ungkapan itu dengan senyuman. Ia berupaya melupakan semua yang dialaminya beberapa hari kebelakang, meski perasaan yang menganjal pikirannya masih terus mengikutinya. Pembicaraan pun berlanjut pada penuturan Lembayung mengenai rencana kepindahannya ke tempat yang tadi di datanginya. Hati kecilnya berharap Rhaka dapat benar-benar memaafkan apa yang telah ia lakukan terhadapnya. Dari cara Rhaka menyikapi pengakuan tentang sesuatu yang selama ini ia simpan sendiri, mungkin butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan Rhaka padanya. Andai ia menyadari bahwa niatnya menemui Rhaka tak lain karena ia telah mengambil keputusan untuk memilihnya, dan berupaya menghapus kebersamaannya bersama Ronald. Ia menyadari bahwa kesungguhan Rhaka lebih dapat dipercaya daripada kesungguhan yang dinyatakan Ronald. Selama ia menjalin hubungan dengan Rhaka, ia dapat merasakan ketulusan cinta yang diberikan padanya. Perhatian dan kasih sayang Rhaka terhadapnya tak dapat ia bandingkan dengan apa yang telah diberikan Ronald kepadanya. Cara dia memperlakukannya sebagai kawan, sahabat dan sekaligus kekasih telah membuat hatinya terpaut erat dengannya. Meski secara materi Ronald jauh lebih berada dibanding Rhaka, tapi ia lebih merasa nyaman jika berada di dekatnya. Betapa inginnya Lembayung agar Rhaka mengetahui begitu  besar cinta yang dimiliki untuknya. Betapa inginnya ia selalu berada dekat dengannya setiap saat. Namun entah mengapa saat ini ia tak berani untuk mengatakannya. Mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya bersarang dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dan sejak tadi pagi hingga kini, Rhaka tak sedikitpun menyinggung pembicaraan tentang bagaimana hubungan mereka yang sempat tersendat karena terjadi kesalahfahaman diantara dia dan dirinya. Sebenarnya Rhaka ingin menjelaskan mengenai kepergiannya yang tanpa kabar pada Lembayung. Namun karena niatnya terhalang kekecewaan Lembayung ketika ia menemuinya, maka ia tak sempat memberinya pengertian mengenai hal tersebut. Saat ini baik Lembayung maupun Rhaka sama-sama tak ingin memulai membuka pembicaraan ke arah itu. Hingga akhirnya waktu dan keadaan juga yang memaksa Rhaka untuk berpamitan pergi. Lembayung pun merasa tak enak hati untuk menahannya berlama-lama berdiam diri ditempatnya.
“Besok aku akan ada di rumah seharian. Jika tak mengganggu waktumu, aku berharap kau mau menemuiku disini. Ada banyak hal yang harus aku sampaikan padamu Ka”. Pinta Lembayung sebelum Rhaka melangkah pergi. Rhaka hanya mengangguk dan berusaha memberi senyuman meski terkesan dipaksakan.

Tidak ada komentar: