Karya : Ipey
Pengawas memohon seluruh peserta mengumpulkan kertas lembaran jawaban,
karena waktu telah sampai pada detik akhir yang telah di tentukan. Satu persatu
para peserta ujian keluar dari ruangan dengan tertib dan teratur. Rhaka
berjalan dengan langkah cepat ke arah kantin di samping sekretariat senat
mahasiswa fakultas ekonomi. Setelah membayar di kasir dan meminta pegawai
kantin untuk mengantarkan makanan yang ia pesan, ia bergegas menuju ruang sekretariat
KSM untuk berganti pakaian. Hari itu adalah hari terakhir ia mengikuti ujian
yang diselenggarakan panitia ujian akhir semester di kampusnya. Untuk sementara
ia dapat menarik nafas lega, karena telah menyelesaikan bagian dari kewajibannya
sebagai mahasiswa. Kini ia tinggal menunggu pengumuman hasil ujian yang biasa
di umunkan di sela-sela liburan semester.
Rhaka mempersilahkan pegawai kantin masuk dan
meminta untuk meletakkan makanan yang ia pesan di meja yang tersedia di ruang
sekretariat. Selagi masih hangat, ia tak membiarkan makanannya tergeletak lebih
lama di atas meja. Dengan lahap ia menyantap hidangan tanpa melirik sana sini
karena di ruang sekretariat saat itu tak ada siapapun selain dirinya. Rhaka tak
sempat sarapan sebelum pergi ke kampus tadi pagi sehingga perutnya terus
menerus meminta untuk diisi sejak ia mengerjakan soal ujian. Rendy yang
kebetulan lewat dan mendapatinya berada di ruang sekretariat mengurungkan
niatnya untuk meneruskan langkah kaki menuju basement tempat dimana sepeda
motornya di parkir. Ia mendatangi sahabatnya dengan raut muka seperti orang
tengah kebingungan setelah tak mendapat pinjaman untuk membayar hutang yang
harus dilunasi saat itu juga. Rhaka menawarkan berbagi makanan yang tengah
disantap dengannya. Rendy menggelengkan kepala, kemudian ia mengambil pisang di
samping gelas berisi teh hangat dan melahapnya. Iring-iringan mahasiswa dan
mahasiswi hilir mudik di sepanjang teras ruang sekretariat UKM. Para peserta
yang telah selesai mengikuti ujian berbondong-bondong meninggalkan gedung
kampus, berganti giliran dengan peserta ujian sesuai jadwal yang telah di
tetapkan. Rhaka meneguk teh hangat setelah ia menghabiskan makanan yang di
pesan.
“Berapa lagi ujian mata kuliah yang harus kau
ikuti Ren ?”. Rhaka memulai pembicaraannya. Rendy menggeser tubuhnya kedepan,
mengambil gelas teh kemudian meneguknya perlahan. “Tinggal satu mata kuliah
lagi yang harus aku selesaikan hari ini. Aku merasa tak yakin hasil ujian
semester kali ini akan sebaik semester lalu. Tadi aku satu ruangan dengan
Lembayung, karena mengambil mata kuliah semester bawah. Aku berharap dosen akan
mempertimbangkan untuk memberikan nilai kelulusan padaku, mengingat ini yang
kedua kalinya aku mengikuti ujian mata kuliah yang sama. Aku tak ingin
mengulangnya kembali di semester mendatang, karena aku khawatir ia tak akan
mengadakan ujian remedial seperti tahun lalu”. Rendy mencurahkan keresahan pada
sahabatnya. Rhaka menyimak setiap kata yang dilontarkan Rendy padanya. Ia
mencoba meyakinkan sahabatnya bahwa dosen akan memberikan kebijaksanaan padanya
mengenai hasil ujian yang baru saja diikuti. Ia menyarankan agar Rendy menemui
dosen mata kuliah tersebut agar mengetahui bahwa ia telah mengikuti ujian mata
kuliah yang sama untuk kedua kali. Rhaka
menyimpan kalimat yang baru saja akan ia ucapkan ketika melihat seseorang
berdiri di depan pintu menatap ke arahnya. Ia beranjak dari tempat kemudian
menghampiri dan mempersilahkannya masuk. Lembayung mengangguk dan melemparkan
senyum pada Rendy yang menyapa sambil melambaikan tangannya.
“Masih ada ujian hari ini Ka ?”. Lembayung
menyampaikan pertanyaan mengenai aktivitas yang akan di jalani Rhaka hari ini.
Rhaka menggelengkan kepala, kemudian balik mempertanyakan kegiatan Lembayung
setelah baru saja mengikuti ujian. Satu minggu menjelang di selenggarakannya
ujian akhir semester, Rhaka dan Lembayung tak pernah saling bertemu. Mereka
mencoba berkonsentrasi untuk mempersiapkan ujian semester, sehingga memutuskan
untuk tidak saling bertemu dulu sampai penyelenggaraan ujian selesai di
laksanakan. Setelah berbincang beberapa saat, Rhaka berpamitan pada Rendy untuk
menemani Lembayung pergi.
Dengan masih mengenakan pakaian seragam ujian
hitam putih Lembayung berjalan berkeliling mengitari salah satu tempat
perbelanjaan di Dalam Kaum. Berbagai produk yang di pajang penjual menjadi
pemandangan menarik bagi setiap pengunjung untuk menghampiri, meski hanya
sekedar melihat-lihatnya. Lembayung berhenti di depan counter yang menawarkan
beraneka ragam accesoris. Di etalase terpajang berbagai hiasan kerajinan perak
Bali mulai dari cincin, kalung, gelang dan anting-anting hingga penjepit
rambut, yang semuanya terlihat indah dipandang mata. Berbagai macam hiasan yang
terbuat dari batu alam pun tersedia di sana. Lembayung meminta pelayan
mengambilkan gelang batu yang melingkar di tempat pajangan, kemudian ia minta
Rhaka untuk mencobanya. Ia menatap hiasan batu yang kini melingkar di
pergelangan tangan Rhaka, kemudian menimbang-nimbang cocok atau tidaknya gelang
itu berada di sana. Ia berbincang beberapa saat dengan Rhaka untuk menanyakan
ya atau tidak barang itu mereka beli. Setelah beradu tawar dengan pelayan
counter ia memberikan sejumlah uang yang telah disepakati kedua belah pihak.
Lembayung kembali melangkahkan kaki berjalan mencari sesuatu yang telah ia
rencanakan untuk dibeli. Jari jemarinya melingkar menggenggam tangan Rhaka yang
berjalan disampingnya. Berada di dekatnya ia merasakan ada kenyamanan dan
ketenangan dalam dirinya. Ia merasa terlindungi dan terlebih perhatian Rhaka
terhadapnya yang menjadikannya ingin selalu berada di dekatnya. Rhaka telah
menjadi satu alasan yang membuat dirinya memberikan penolakan serta menjauh
dari setiap laki-laki yang berusaha mengharapkan lebih dari sekedar berkawan
biasa dengannya. Kesederhanaan serta
kerendahan hati yang di tunjukkan padanya, dan juga pada kawan -
kawannya telah benar-benar memikat hatinya untuk menambatkan harapan pada
lelaki yang kini berada disampingnya. Kesungguhan perhatian yang diberikan
Rhaka padanya telah berhasil meluluhkan hatinya yang sempat membeku. Meski ia
belum mendengar pengakuan serta pernyataan Rhaka akan hubungannya selama ini, namun
ia yakin bahwa sikap yang ditunjukkan Rhaka terhadapnya merupakan cerminan
bahwa ia tak sekedar menganggapnya sebagai teman biasa. Namun Lembayung
berpikir suatu saat nanti ia perlu juga menanyakan hal itu padanya untuk
meyakinkannya.
Lembayung menunjuk gaun yang terpajang di patung
peraga busana dan meminta pelayan toko mengambilkan barang tersebut untuknya.
Ia memohon izin mencoba gaun pilihannya
terlebih dulu sebelum memutuskan untuk membelinya. Rhaka memberi komentar mengenai
pakaian yang melekat di tubuhnya. Ternyata komentar itu telah memantapkan
pendiriannya untuk memliki gaun tersebut. Ia pun membayar pakaian yang
dipilihnya, kemudian berlalu meninggalkan tempat perbelanjaan.
Selepas mengantar Lembayung ke
tempat kostnya, Rhaka berpamitan pulang dan berjanji untuk menemuinya kembali
nanti malam.
Rhaka merebahkan tubuhnya di pembaringan yang
tak berlapis kain seprey dengan masih mengenakan kain sarung selepas
menengadahkan tangannya pada penguasa jagat raya. Berharap sang maha suci
pencipta semesta raya memberi setetes kuasa yang tergenggam dalam keabadian
pada hambaNya yang berlumur noda. Benaknya berputar-putar menembus kegelisahan,
melayang di bawa hembusan angin hingga menyentuh awan di langit tinggi. Berjuta
kata menari-nari, bertebaran saling berkejaran dan berlari mengitari awan
putih, seputih kasih anak Adam pada pujaan hati yang telah menaburkan benih
kerinduan. Kerinduan yang kini menggelayut di dinding sanubari, menggelitik
lamunan beranjak pergi untuk mengubah mimpi menjadi nyata. Tak harus menanti
hingga mentari membelai embun pagi di ujung ilalang, karena tanah kering tak
sanggup lagi menahan dahaga. Seperti dahaga yang kini di rasakannya, berharap
sebaris kata hinggap dalam benaknya untuk ia ungkapkan pada wanita yang telah
mampu meluluhkan hatinya. Angin pun berbisik lirih, menelisik sendi-sendi
keakuannya agar tak berlama-lama termenung dan berdiam diri tanpa suara. Rindu
akan kebersamaan dengan bidadari di romansanya telah menjadi magnet yang
menarik tubuh Rhaka untuk beranjak dari kesunyian, dan melangkahkan niat menuju
keindahan cinta yang menghiasi imajinasinya.
Roda-roda kendaraan yang
ditumpanginya seakan bergerak lamban, tak seperti keinginannya untuk cepat-cepat
berada di samping wanita yang mungkin sebentar lagi akan menjadi kekasihnya.
Kendaraan di jalan raya tak sepadat siang tadi ketika ia mengantar Lembayung
pulang selepas membelikannya sesuatu yang kini melingkar di pergelangan
tangannya. Hanya beberapa kendaraan roda dua dan mobil pribadi melintas
disela-sela laju angkutan umum yang bergerak perlahan mecari penumpang di
sepanjang jalan lintasannya. Persimpangan jalan menghentakkan kaki pengemudi
menginjak pedal rem, menepikan kendaraan mendekati trotoar. Rhaka mengayun
langkah kaki setelah kepingan uang logam ia berikan pada laki-laki di belakang
kemudi. Detak jantungnya berirama seiring jarum jam yang terus bergerak
mengitari putaran waktu. Ini kali pertama ia berkunjung ke tempat Lembayung pada
malam hari.
Sementara itu diredup cahaya lampu yang
menerangi teras depan rumah, Lembayung duduk merenung mengingat kebersamaannya
dengan Rhaka di tempat perbelanjaan tadi siang. Dalam benaknya ia berharap
janji yang telah membuatnya menanti tak sia-sia di hempas angin malam. Bukan
tanpa tujuan ia menaburi bagian tubuhnya dengan wewangian, sehingga gaun yang
melekat memberi kesan tersendiri bagi orang yang berada dekat dengannya. Pagar
halaman yang masih tertutup rapat akan ia bukakan untuk orang yang kan selalu
merindukan kehadirannya. Dan kini lelaki itu tengah berdiri tegak di balik
pagar, melambaikan senyum dengan tatapan mata yang membuat jantungnya berdebar
tak beraturan. Lembayung beranjak dari tempat duduk, melangkah perlahan meraih
senyuman yang ia yakini hanya di persembahkan untuknya, kemudian membuka pintu
pagar dengan lukisan senyum di wajahnya dan merelakan Rhaka meneguk kesungguhan
penantiannya.
Entah apa yang telah membuat kesunyian begitu
ramah menyapa kebersamaan dua insan yang tengah dilanda romantisme ini. Mereka
tak menunjukkan sikap seperti biasa jika mereka bertemu. Seperti sikap yang
ditunjukkan mereka berdua tadi siang di tempat perbelanjaan. Rhaka menggeser
kebisuan yang membuat ia merasa tak nyaman, berusaha menepis kegundahan dalam
dirinya.
“Andai aku datang pada waktu dan tempat yang
salah, sebaiknya tak berlama-lama berada disini dan tak menunggu di minta untuk
pergi”. Ungkap Rhaka pada Lembayung yang masih berdiam diri, seakan tak percaya
wanita tersebut adalah orang yang selama ini senantiasa menghiasi
mimpi-mimpinya. Lembayung tak bergeming dari tempat duduknya. Ia tersenyum mendengar kalimat yang nyata-nyata
terlontar dari Rhaka untuknya.
“Aku tak akan membiarkan orang yang telah
membuatku menunggu pergi begitu saja, sebelum ia mengatakan maksud
kedatangannya ke tempat ini. Apalagi ia datang pada waktu dan tempat yang
tepat”. Lembayung memberanikan diri mengungkapkan apa saja yang ada dalam
benaknya saat itu. Rhaka menyeret kursi yang didudukinya ke depan dengan
bernafas lega. Ia tak ingin membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja.
Kemudian kata demi kata pun terucap bagai air mengalir, menelusuri ruang-ruang
mencari celah untuk di masuki dan tak membiarkan kekosongan menganga sehingga
kehampaan tak lagi terasa. Jantungnya berdetak
lebih cepat dari biasanya ketika ia sampai pada maksud yang utama, untuk apa ia
berada di hadapan Lembayung saat ini.
“Apakah kau akan marah padaku, andai aku
menjawab ya ketika orang-orang menanyakan apakah kamu kekasihku?”. Rhaka
menatap wajah Lembayung, menanti jawaban penuh harap cemas.
“Maksudnya ?”. Lembayung balas menatap dengan
senyum tersungging dibibirnya. Ia bukan tak mengerti maksud pertanyaannya, tapi
ia mengharap Rhaka mengucapkan kata-kata lain yang lebih dapat meyakinkan
dirinya. Rhaka coba memahami arti senyum di bibir Lembayung yang terlihat
begitu manis menggoda. Ia raih kedua tangan Lembayung, kemudian menggenggam jemarinya erat-erat.
“Aku berterima kasih karena selama ini kau telah
memberiku perhatian, seperti saat aku terbaring tak berdaya waktu itu. Kau yang
merawat luka di tubuhku hingga aku merasa hidup kembali. Kembali merasakan
kerinduan yang begitu dalam untuk melanjutkan hidup. Kehidupan yang ingin aku
lewati bersamamu, andai kau bersedia menerima kehadiranku dihatimu”.
Ia remas jemari Lembayung dengan lembut dan
penuh perasaan. Kedua matanya masih tak beranjak dari wajah wanita yang telah
membuat ia merasakan rindu saat berada jauh darinya.
“Satu hal yang membuat hidupku berarti adalah
mencintai dan dicintai. Mencintai seseorang yang benar-benar ingin dicintai
secara ikhlas dengan setulus hati. Bukan semata-mata karena apa yang dimiliki
atau seberapa besar yang telah diberikannya, meski cinta itu selalu menuntut
pengorbanan. Aku hanya ingin mencintaimu apa adanya tanpa berharap pamrih”.
Rhaka mencurahkan semua isi hatinya semampu yang bisa ia ungkapkan pada
Lembayung saat itu. Lembayung balas meremas jemari tangan yang telah membuat ia
deg-degan, bagai melayang di awang-awang bertaburkan bunga-bunga cinta disetiap
sudut hatinya.
“Aku selalu ingin dicintai secara tulus, karena
itu yang akan membuat hidupku ini penuh makna. Aku pun ingin memberikan cinta
ini hanya pada orang yang bersedia menerima segala kekurangan yang kumiliki.
Cinta yang kan sanggup melewati hari-hari meski perbedaan akan senantiasa
mewarnai kebersamaan”. Lembayung mengutarakan isi hati yang ia pendam selama
berada dalam penantian. Berharap yang datang padanya malam ini benar-benar
seseorang yang akan menjadi curahan hati disaat ia membutuhkan, tempat dimana
ia dapat saling berbagi dikala senang dan sedih. Rhaka kembali mencoba menguak
hati Lembayung yang mulai terbuka.
“Andai kau izinkan aku mengisi ruang di hatimu
dengan segenap cinta yang ku miliki, aku akan berusaha untuk selalu ada disaat
kau membutuhkanku. Namun seandainya ruang itu telah terisi dan tak mungkin
untukku berada disana, aku berharap tak tumbuh rasa benci diantara kau dan aku.
Biar semua ini akan tersimpan rapi menjadi sebuah kenangan disetiap angan dan
mimpiku. Mungkin persahabatan diantara kita akan terasa lebih berarti”.
Bagaikan hujan di musim kemarau, Lembayung
merasa dirinya larut dalam kesejukan. Ada kedamaian ia rasakan mendengar
penuturan lelaki yang telah seringkali membuat dia merindukan kehadirannya.
Kehadiran lelaki inilah yang telah meluluhkan hati dan menghanyutkan
perasaannya dalam lautan asmara. Ia tak kuasa lagi membalas tatapan mata yang
telah menusuk jantung hatinya. Sambil menundukkan kepala ia bicara dengan
segenap perasaan. Ia menyatakan pengakuannya bahwa ia bersedia menerima
kehadiran Rhaka disisinya untuk mengisi ruang kalbu yang merindukan belaian kasih
sayang dari lelaki yang benar-benar mencintainya. Rhaka beranjak dari tempat,
kemudian melangkah mendekati Lembayung yang masih tertunduk. Ia sibakkan rambut
diwajah Lembayung yang tesipu dengan kedua tangan dan mengecup lembut keningnya
penuh kasih.
“Aku akan berusaha menjadi lelaki yang sanggup
memberi kesejukan serta kedamaian ketika amarah datang menghampirimu. Aku akan
selalu berusaha untuk berada di dekatmu dikala kau membutuhkanku, dan aku akan
berupaya semampuku menjaga keutuhan cinta ini”. Rhaka meyakinkan akan
kesungguhan cintanya pada Lembayung yang berada dalam dekapan angannya.
Malam terasa bagai milik mereka berdua. Awan
putih bertebaran membentuk senyum indah
bertabur bintang, bercahayakan sinar rembulan. Dua insan bergantian mengucap
kata, berbagi kisah masa depan yang ingin di raihnya bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar