Selasa, 07 Juni 2016

Dari Balik Kaca Jendela (Episode #16)



Karya : Ipey

     Hujan deras yang datang menyapa senja kala itu mengharuskannya mencari tempat berteduh. Para pengendara roda dua menepikan kendaraan untuk memakaikan jas hujan sebelum mereka melanjutkan perjalanan. Rhaka menyelinap diantara orang-orang yang berjejer  sepanjang gerbang toko, meminta berbagi tempat untuk berteduh. Tak lama kemudian air hujan menggenangi jalan raya, hingga ketika kendaraan melintas cepat mencipratkan percikan air pada mereka yang tengah berteduh disana. Teriakan protes serta caci maki memberi suasana gaduh sesaat, kemudian mereka terdiam kembali. Pepohonan disepanjang pinggiran jalan meliuk-liuk diterpa angin kencang disertai petir bersahutan. Curah hujan pun semakin deras, menghanyutkan segala benda hingga menjauhkannya dari tempat semula. Rhaka memeluk tubuhnya sendiri untuk mengusir rasa dingin dari hembusan angin yang tak henti bertiup. Kendaraan roda dua hampir tak terlihat melintas dijalan raya, begitupun para pengais rezeki dilampu merah kini tak nampak lagi dari pandangan mata. Mungkin mereka semua menepi mencari tempat berlindung dari derasnya curah hujan dan angin kencang serta petir yang menyambar bersahutan seakan tiada henti. Lampu-lampu penerangan jalan ditahan situasi dan kondisi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Para pemilik toko pun terpaksa menyalakan lilin atau lampu cadangan yang mereka miliki guna menerangi tempat usahanya. Tak sedikit dari mereka memutuskan untuk menutup toko lebih awal dari biasanya, dengan alasan demi keamanan. Tak terdengar gema adzan maghrib, meski waktu untuk itu sudah tiba. Dan seiring waktu berjalan, perlahan hujan pun mulai reda. Namun petir masih menyimpan rindu pada suasana hingga ia enggan untuk segera pergi menelusuri tempat lainnya. Setelah memaksakan berjalan menembus rintik hujan, Rhaka tergesa menaiki bus Damri untuk kemudian mengambil jok panjang dibelakang.

       Saat lampu-lampu mulai menyala, langkah kakinya baru tiba dimulut gang. Bocah-bocah kecil bersorak gembira menyambut cahaya terang di sekeliling rumah mereka. Para orang tua mengucap syukur karena tak perlu lagi menyalakan lentera atau lilin-lilin yang telah meleleh hingga ujung terakhir. Rhaka menghentikan langkah sejenak ketika samar-samar melihat seseorang didepan pintu kamarnya. Tak jelas siapa yang sedang berdiri disana, karena penerangan lampu dari kamar sebelah tak cukup bagi Rhaka untuk mengenalinya. Baru ketika bergerak mendekat ia mulai bisa mengira-ngira siapa sosok seseorang yang berdiri di depan pintu kamar.
“Ren, kamukah itu?”. Tanya Rhaka sambil terus melangkah mendekatinya.
Seseorang didepan pintu spontan menoleh kearah datangnya suara.
 “Iya, ini aku Ka”. Sahutnya memberi jawaban.
Sambil berucap tanya Rhaka mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya, kemudian ia membukakan pintu.
Setelah menyalakan lampu kamar dan lampu luar ia melepas jaket, lalu mengaitkannya dibalik pintu.  
“Aku kekamar mandi dulu Ren. Jika mau menyeduh kopi atau teh, sekalian ya seduhkan juga buat aku. Sekali-kali berbuat amal sama temen, oke?!”. Ucap Rhaka sambil mengibaskan handuk ke tubuh kawannya.
 “Sudah buruan mandi sana!”. Rendy menyahut singkat, kemudian ia mengambil dua buah gelas guna membuat seduhan hangat untuk mereka. Rhaka bergegas pergi tanpa pamit lagi. Sementara itu dua gelas seduhan kopi yang diracik dengan komposisi sesuai seleranya masing-masing ia simpan dilantai, kemudian ia melangkah keluar.  
“Ka... aku pergi kewarung dulu sebentar”. Ucap Rendy setengah berteriak ketika ia berjalan melewati kamar mandi.
“Ngapain Ren?”. Sahut Rhaka balik bertanya.
“Beli sesuatulah Ka, masa mau main bola!”. Rendy pun menimpali dengan canda sekenanya sambil berlalu dari sana.
       Larut malam berselimut kabut menyisakan tanya dipikiran mereka. Senyap sejenak tanpa satu kata terucap. Detak jarum jam berjalan konstan bagai tempo metronom yang menuntun para pelantun nada agar tak menyimpang dari ketukannya. Rhaka meletakkan gitar disudut kamar, kemudian merebahkan diri untuk menepis rasa pegal dibagian tubuhnya.
“Ya sudahlah Ren, kalau memang itu telah menjadi keputusannya. Aku tak bisa berbuat banyak untuk itu. Dan aku pun tak ingin terlalu jauh bersikap, apalagi mencampuri urusan mereka. Dari awal sudah aku katakan, ini tak akan mudah untuk kita. Aku hanya bisa mengingatkan, sebaiknya tak melibatkan diri dalam pertaruhannya. Ini bukan persoalan kecil bagiku Ren. Mari kita bersikap bijak terhadap kawan-kawan yang tak tahu persoalan sebenarnya. Aku tak mau memanfaatkan situasi dengan mengorbankan kawan-kawan, sementara kita sendiri menyadari bahwa kita hanya menjadi alat kepentingan mereka. Seandainya berhasil pun tak tahu selanjutnya mereka bagaimana terhadap kita. Ini bukan kali pertama Ren?. Bayangkan jika kemudian tahu kita memanfaatkan mereka. Apa yang akan terjadi nanti Ren?. Mungkin lain bagimu, karena secara pribadi kau punya kepentingan sendiri dengan mereka. Aku berani mengatakan ini karena aku tahu dimana keberpihakanmu. Kau hanya berpihak semata pada kepentinganmu sendiri, karena aku tahu itu ambisi masa depanmu. Bukan sekali ini aku mohon padamu, dan kini aku kembali memohon mungkin untuk yang terakhir kali. Tolong jangan melibatkan kawan-kawan, demi kebaikan kita bersama”. Rhaka coba menuturkan apa yang bersarang dibenaknya saat itu.
Rendy menarik nafas panjang, lalu berfikir sejenak untuk kemudian menyampaikan apa yang mengganjal dipikirannya.

“Keberhasilan mereka sangat penting bagiku Ka. Ada harapan baik didepan sana menanti. Dan aku tak ingin melewatkan kesempatan ini begitu saja. Akupun tak akan memaksamu untuk terlibat didalamnya. Dan aku mohon, tolong simpan baik-baik pembicaraan ini. Aku, Yori, Arok dan juga Yanuar mungkin akan terus melanjutkan apa yang telah aku mulai dari awal. Tapi akupun akan menerima saranmu, agar tak melibatkan kawan-kawan lain dalam hal ini. Aku akan coba membicarakannya kembali dengan Yori dan lainnya. Aku berjanji sebisa mungkin tak akan melibatkan kawan-kawan mahasiswa kampus kita”. Rendy mengakhiri penuturannya dengan meyakinkan Rhaka, bahwa dia akan menerima sarannya untuk kebaikan bersama.

Tidak ada komentar: