Selasa, 07 Juni 2016

Dari Balik Kaca Jendela (Episode #17)



Karya : Ipey

     Bagi Diana dan teman-temannya, hari ini merupakan hari yang sangat melelahkan, karena sejak tadi malam hingga matahari berada tepat diatas sana mereka masih harus bergelut dengan aktifitasnya menyelesaikan persiapan pertunjukan untuk esok hari, yang berarti hanya menyisakan waktu beberapa jam kedepan. Sementara panitia penyelenggara saat itu baru sampai pada penataan panggung utama serta pemasangan tenda bagi para tamu undangan. Peralatan musik, lighting serta perlengakapan audio pendukung yang dijanjikan datang pagi hari, baru tiba sekitar pukul 12.45 wib. Keterlambatan mereka cukup beralasan, karena memang jalanan sepanjang menuju tempat kegiatan mengalami kemacetan. Masih bersyukur mereka dapat beristirahat sejenak, sementara para crew sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Setelah memastikan semua peralatan tertata sesuai dengan keinginan panitia, sebagian dari mereka kembali pergi meninggalkan lokasi. Hanya operator dan beberapa crew saja yang tinggal untuk malakukan check sound, agar pada saatnya semua bisa berjalan dengan lancar sesuai keinginan yang diharapkan.
Diana yang bertugas sebagai koordinator penyelenggara acara kini dapat sedikit bernafas lega, karena dengan demikian ia hanya tinggal menyisakan 30 persen tugasnya untuk persiapan pelaksanaan kegiatan. Beberapa pengisi acara sudah memastikan diri akan hadir pada waktunya. Pimpinan kelompok teater Temperatur yang akan tampil di puncak acara pun telah menyatakan kesiapannya, dan malam nanti akan melakukan latihan pementasan dilokasi kegiatan. Sementara perwakilan dari pihak organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) baru akan bertemu dengannya sore hari nanti untuk mempersiapkan tempat serta segala keperluan kegiatan Donor Darah yang akan dilaksanakan besok pagi sebelum acara pentas musik dimulai. Baligo, spanduk, serta atribut lainnya telah terpasang ditempat-tempat tertentu, sesuai perjanjian kerjasama acara yang telah disepakati kedua belah pihak antara panitia penyelenggara dengan berbagai pihak sponsor, dengan mengikuti ketentuan aturan mengenai pelaksanaan kegiatan sesuai ketetapan hukum yang berlaku.

   Selepas Isya Diana beranjak pergi menuju tempat Rental studio musik, dimana pantia melaksanakan audisi bagi para peserta yang akan mengisi acara dalam kegiatan amalnya. Hanya beberapa menit saja untuk Diana sampai ditempat tujuan, karena memang letaknya tak jauh dari lokasi pelaksanaan kegiatan. Setelah menemui panitia yang ditugaskan untuk menangani hal itu, ia pun bergegas pergi dengan membawa berkas hasil audisi sebagai bahan untuk menyusun acara pementasannya. Seseorang menghentikan langkahnya ketika ia sampai di pintu pagar halaman. Tampak jelas perubahan di raut muka Diana ketika ia mendengar penuturan temannya.  
“Kenapa baru memberitahuku sekarang Nie?”. Tutur Diana dengan ekspresi wajah kecewa bercampur rasa khawatir.
“Aku benar-benar bingung dan serba salah Na. Sebelumnya aku berniat mengabarimu lebih awal, tapi aku khawatir akan mengganggu konsentarimu pada kegiatan kita. Akhirnya aku mengurungkan niat untuk mengabarimu sore tadi. Ketika kamu datang kesini pun aku masih tak tahu harus bagaimana. Apakah aku harus mengabarimu atau tidak sama sekali. Tapi setelah kupikir-pikir sebaiknya kamu harus tahu tentang hal ini. Maafin aku ya Na..!. Lenie berusaha sebisa mungkin untuk menenangkan Diana dengan alasan serta penjelasan mengapa ia tak mengabarinya lebih awal.
Diana berusaha berpikir untuk menyikapi situasi yang dihadapinya, dan akhirnya ia memutuskan untuk meminta Lenie menyampaikan berkas hasil audisi pada anggota panitia penyelenggara acara yang masih stand by di lokasi pelaksanaan kegiatan, sementara ia pergi menuju Rumah Sakit seperti yang diberitahukan Lenie padanya.
   Suara sirine dari mobil ambulance yang melaju cepat dijalan membuat perasaannya semakin tidak menentu. Jantung Diana berdetak lebih kencang ketika kendaraan roda dua yang ditunggangi bersama temannya memasuki halaman rumah sakit. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju ruang UGD setelah meminta Tito untuk menyusulnya kemudian. Kekhawatiran Diana semakin bertambah ketika mendengar percakapan dua orang wanita ketika tak sengaja  berpapasan jalan denganya tak jauh dari pintu masuk ruang tindakan. Butiran bening menetes dari kedua kelopak mata Diana tanpa ia sadari. Benaknya tak kuasa membayangkan seorang lelaki dipikirannya saat itu, jika tindakan amputasi yang dibicarakan mereka tadi menimpa pada kekasihnya. Hampir saja ia menabrak perawat dipintu masuk ruang tindakan, jika saja perawat itu tak secepatnya menghindar. Diana menghentikan langkah, lantas cepat berbalik arah, kemudian memanggil sambil berlari mengejar perawat tersebut ketika tak menemukan yang ia cari didalam ruangan.
“Maaf suster, apakah suster tahu pasien kecelakaan lalu lintas yang tadi sore dibawa kemari?. Laki-laki hampir seusiaku, tinggi badannya sama dengan suster, mengenakan jaket jeans, dan dilengannya memakai gelang”.  Tanya Diana penuh khawatir mengharap jawaban.
“oh maaf, saya tidak tahu. Sebentar saya tanyakan dulu pada petugas disana. Kebetulan saya bagian tugas jaga malam sekarang, jadi tidak tahu siapa saja pasien yang datang ke ruang UGD sore tadi”. Jawab suster memberi penjelasan.
Diana merasa tak sabar ingin segera mengetahui keberadaannya. Ia pun terus mengikuti kemana langkah suster itu pergi. Informasi yang di terimanya dari petugas Rumah Sakit melalui suster tersebut membuat Diana bisa bernafas lega. Pasien yang dibawa ke UGD sore tadi dengan ciri-ciri seperti yang disebutkannya itu sudah dibawa pulang oleh pengantarnya. Meski tak menyebutkan secara rinci mengenai apa saja yang dialami pasien, cukup kiranya bagi Diana untuk bisa memperkirakan bagaimana kondisi kekasihnya saat ini. Ia pun tak berlama-lama untuk tinggal diam. Setelah menyampaikan rasa terima kasih atas informasinya, ia segera pamit pergi pada suster yang berjaga pada malam itu.
     Suasana di rumah kost-an Rhaka saat itu tak menampakkan sesuatu yang begitu berbeda dari biasanya. Lampu kamar menyala terang dengan pintu terbuka lebar, serta lantunan lagu diiringi petikan gitar memberi kehangatan pada suasana sekitar. Kamar tetangga sebelahnya pun demikian, hingga memberi sentuhan keakraban diantara mereka. Rhaka dan ketiga temannya menghentikan aktifitasnya ketika seseorang secara tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu.
“Hai Na, sini masuk!”. Sapa Rhaka mempersilahkan Diana untuk masuk, sambil berusaha beranjak dari tempatnya. Wajahnya tampak meringis menahan rasa sakit di kaki dan didada kirinya.
Dengan isyarat mengangkat kedua tangannya, Diana meminta Rhaka untuk tak beranjak dari tempat. Secara bersamaan ketiga temannya beranjak keluar sambil mempersilahkan Diana untuk masuk. Kemudian ia pun bergerak mendekat setelah melepas kedua sepatunya terlebih dahulu.
“Aku baru tahu dari Lenie, katanya kamu mendapat kecelakaan dijalan raya sore tadi. Suster jaga di Rumah Sakit memberitahukanku jika kamu sudah diantar pulang, jadi aku langsung saja kesini Ka”. Papar Diana menjelaskan.
“Bagaimana ceritanya sampai mendapat kecelakaan begitu Ka?”. Lanjut Diana kemudian.
Rhaka menawarkan minuman air putih terlebih dahulu sebelum ia memberikan penuturannya. Awalnya Diana menolak, tapi selepas Rhaka memintanya kembali ia pun menuruti apa yang dimintakannya. Setelah menanti sejenak, Rhaka memaparkan history yang dialaminya mulai dari awal ia pergi sampai sesuatu terjadi menimpanya, hingga ia kembali berada di kostannya.
“Mungkin kami lengah tak memperhatikan situasi jalanan waktu itu, hingga tiba-tiba mobil pick up menyerempet kami dari belakang ketika ia berusaha menyalip sebuah mobil sedan dari arah kiri jalan. Miko panik, lantas berusaha menghindari tabrakan dengan mobil yang melaju didepan kami berdua. Ia membanting arah kesamping kiri, hingga ban depan menabrak trotoar jalan, kemudian Miko reflex menginjak rem belakang berusaha menghentikan laju kendaraan. Tapi tebaran pasir dan batu kerikil dipinggiran jalan membuat kami tak bisa menjaga keseimbangan. Kendaraan yang kami tumpangi pun oleng dan kembali menabrak trotoar, hingga akhirnya aku terbanting ke trotoar jalan. Masih beruntung motor yang kami tumpangi tak menabrak kendaraan lain, atau pejalan kaki di pinggiran jalan aspal, sementara Miko terhempas ke depan dan sempat bergulingan dipinggiran jalan. Bagian kepalaku membentur gerobak penjual makanan di emperan trotoar jalan hingga aku tak sadarkan diri. Ketika tersadar kembali, tiba-tiba aku sudah berada disalahsatu ruangan. Baru lama kemudian aku tahu, jika aku sedang berada di Rumah Sakit. Setelah dokter jaga memastikan tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kondisiku dan juga keadaan Miko saat itu, ia pun mengizinkan teman-teman membawaku pulang kesini. Lalu...., yaa seperti yang kamu lihat sekarang inilah kondisiku saat ini. Dan Miko beruntung hanya mengalami lecet dipergelangan tangan serta lutut kakinya. Tak ada luka lain yang berarti baginya. Itu..., kamu bisa lihat sendiri keadaan dia sekarang bagaimana”.
Diana menyimak penuturan Rhaka dengan wajah serius, sambil sesekali menahan nafas dan meringis ngeri ketika Rhaka mengulas saat-saat terjadinya kecelakaan.
“Apa kamu yakin kondisimu baik-baik saja Ka?. Menurutmu..., apa tidak sebaiknya kita memeriksakan kembali kedokter, yaa.. untuk lebih memastikan saja bahwa kondisimu saat ini baik-baik saja Ka?!”. Diana coba menyampaikan kekhawatirannya.
“Aku percaya pada dokter yang menanganiku Na. Tidak mungkin kan ia mengizinkan teman-teman membawaku pulang, jika tidak yakin dengan hasil pemeriksaannya. Aku juga percaya dokter yang menanganiku sore tadi bisa mempertanggungjawabkan keputusannya”. Rhaka berupaya meyakinkan Diana dengan penuturannya.
“Sekarang bagaimana, apa masih ada terasa sakit dibagian kepalamu atau tidak Ka?. Atau mungkin masih ada rasa sakit dibagian lainnya yang kini kamu rasakan”. Lanjut Diana kemudian, seakan belum percaya sepenuhnya dengan apa yang disampaikan Rhaka padanya.
“Dibagian kepalaku tak terasa sakit apapun. Hanya didada kiriku yang kini masih agak sedikit terasa sakit. Mungkin karena benturan di trotoar waktu itu. Kaki dan tanganku pun hanya meninggalkan bekas luka goresan. Yaa.. meski masih terasa perih dibagian lukanya, aku pastikan jika aku baik-baik saja Na. Sepertinya tak ada yang perlu dikhawatirkan, nanti juga pulih kembali meski berbekas luka ditempatnya”. Sambung Rhaka meyakinkan Diana agar ia tak perlu mengkhawatirkan keadaannya.
“Syukurlah kalau memang begitu adanya. Aku berharap kau bisa segera kembali beraktifitas seperti biasanya”.
Diana berusaha meyakinkan dirinya sendiri, dan terus berharap tak terjadi sesuatu pada kekasihnya.
“Oh iya Na, bagaimana dengan persiapan kegiatanmu, apa semua berjalan lancar seperti yang kalian rencanakan?. Jika tak ada perubahan, kami pastikan bahwa kami bisa mengisi acara dikegiatan kalian besok sore. Bisa ya kawan-kawan?”. Lanjut Rhaka mengalihkan pembicaraan.
“Bisa dong Ka!”. Jawab kawan-kawan semangat.
“Aku sich terserah kamu saja. Kalau memang kamu merasa nyaman untuk pentas nanti, kita oke oke saja. Iya nggak blur?”. Ucap Miko memastikan kesanggupan mereka, dan disambut dengan penegasan Widhy juga Julian.
“Sebaiknya jangan terlalu memaksakan, jika kondisimu tak memungkinkan untuk pentas nanti Ka!”. Diana berusaha mengingatkan Rhaka, namun ia tetap pada pendiriannya. Rhaka terus meyakinkan Diana bahwa dia sanggup untuk mengisi acaranya. Diana pun tak bisa berbuat apa-apa atas keputusan yang dipilih Rhaka. Ia pun pamit pergi setelah Rhaka mengingatkan akan tugas kepanitiaan yang masih menantinya untuk dituntaskan. Rhaka kembali meminta agar Diana menyimpan kekhawatiran terhadapnya, guna berkonsentrasi penuh pada tugas dan tanggungjawab yang diembannya sebelum Diana berlalu dari hadapannya. Diana mengangguk dengan menyelipkan seikat senyum dibibirnya.
“Kenapa temanmu tadi tak diajak masuk Na?. Aku kira ia datang sendirian”. Tutur Rhaka dengan suara dikencangkan saat melihat temannya tengah bersiap menyalakan sepeda motornya.
 “Nggak apa-apa kok...”. Ucap teman Diana dengan sikapnya yang tampak sungkan.
“Aku lupa tadi tak mengajaknya ke dalam. Nggak apa-apa kan Ka aku diantar pergi temanku?”. Diana menimpali perkataan Rhaka sambil menatapnya.
Rhaka mengerti arti tatapan disorot matanya. Ia pun tersenyum sembari menepuk lengan Diana.
“Ngomong apaan sich Na, pake nanya gitu segala!”. Ujar Rhaka menepis prasangka Diana dengan candanya.
Diana pun beranjak pergi setelah mengucap kata pamit pada mereka. Ketika kendaraan roda dua mulai melaju perlahan, Diana melambaikan tangannya. Rhaka membalas lambaian tangan dengan senyum hangat.
“Hati-hati dijalan. Sukses ya untuk acaranya!”. Ucap Rhaka pada mereka.
Roda pun terus berputar, bergerak menjauh hingga tak terdengar lagi bunyi mesin dan suara knalpot ditelinga mereka. Rhaka mengajak kawan-kawannya masuk untuk melanjutkan briefing yang tadi sempat tertunda.     
Ia tak ingin mengecewakan panitia penyelenggara kegiatan, dan terutama Diana yang memintanya untuk tampil mengisi acara dikegiatan Himpunannya nanti. Bredasar pada hal itu, ia rasa perlu mematangkan kembali persiapan untuk bandnya.   

                  



Tidak ada komentar: